Lihat ke Halaman Asli

Sukir Santoso

pensiunan guru yang suka menulis

Brigadir Jenderal Anumerta Slamet Riyadi

Diperbarui: 16 Agustus 2021   18:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

BRIGADIR JENDERAL ANUMERTA SLAMET RIYADI

Sukir Santoso

Slamet Riyadi Lahir 26 Juli 1927 di Solo Jawa Tengah. Ayahnya, Raden Ngabehi Prawiropralebdo, seorang abdi dalem kasunanan Surakarta. Ibunya Soetati, seorang penjual buah. Nama asli dari Slamet Riyadi adalah Soekamto. Karena waktu kecil sering sakit-sakitan maka oleh kedua orang tuanya diganti namanya dengan Samet Riyadi.

Setelah merampungkan pendidikannya di Hollandsch-Inlandsce-School (HIS), ia melanjutkan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Setelah lulus dari MULO melanjutkan lagi ke Sekolah Pelayaran Tinggi. Kemudian ia menjadi navigator kapal kayu yang berlayar antar pulau.

Kisah heroiknya dimulai di zaman penjajahan Jepang Ketika ia berhasil membawa lari sebuah kapal Jepang sehingga ia menjadi buronan polisi Jepang, Kenpetai. Meskipun para Kenpetai mengejarnya tetapi  ia tidak pernah tertangkap.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Slamet Riyadi berhasil menyusun kekuatan perjuangan setingkat batalyon terdiri dari pemuda bekas PETA dan Heiho. Dan pasukan ini yang mempelopori perjuangan untuk merebut kekuasan politik dan militer Jepang di kota Solo.

Pada awalnya penyerahan kedaulatan di Solo berlangsung secara damai. Watanabe mewakili pemerintah Jepang  menyerahkan kekuasaannya kepada Indonesia. Mereka dengan sukarela menyerahkan senjatanya kepada para pejuang. Tetapi seorang kapten Jepang yang bernama Sato menolak untuk menyerahkan gudang senjata yang berada di bawah kekuasaannya. Ia tidak mau menyerahkan senjata-senjata di gudang kecuali ada perintah dari Tenno Heika.

Pada tanggal 13 Otober 1945 bersama Mr. BPH. Sumodiningrat ketua KNID, Slamet Riyadi mengerahkan batalyonnya menyerbu markas Jepang dikuti para pemuda pejuang. Dalam pertempuran yang berlangsung singkat itu akhirnya Kapten Sato  menyerah.

Karena keberhasilan dalam penyerbuan ini Slamet Riyadi, pemerintah memberikan pangkat Mayor dan mengangkatnya menjadi Komandan Batalyon II TKR.

Pada November hingga Desember 1945 di bawah komando Panglima TKR Kolonel Sudirman, Mayor Slamet Riyadi memimpin batalyonnya berperang melawan Belanda di Ambarawa dan Semarang, bersama pasukan Mayor Soemarto dari magelang, Batalyon 10 dari Yogyakarta yang dipimpin Mayor Soeharto, Batalyon 8 yang dipimpin oleh Mayor Sardjono, pasukan dari Resimen  Purwokerto   yang dipimpin letnan kolonel  Isdiman.

Pada Agresi Militer I pada tahun 1947, Slamet Riyadi melakukan kampanye perang gerilya untuk melawan Belanda di beberapa daerah di Jawa Tengah termasuk Ambarawa dan Semarang. Saat itu ia membawahi resimen 26.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline