Lihat ke Halaman Asli

Sukir Santoso

pensiunan guru yang suka menulis

Jangan Sia-siakan Aminah

Diperbarui: 11 Agustus 2021   16:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Edisi Agustusan

JANGAN SIA-SIAKAN AMINAH

Sukir Santoso

Tepat pukul 04.00 sebuah ledakan granat  menguak pagi yang nyenyak. Teriakan 'Allahu Akbar' diantara pekikan'MERDEKA.' gemuruh beriring dengan suara tembakan dari para pejuang dan TKR. Beberapa detik kemudian tentara di Markas Osha Butai itu membalas tembakan.

Senapan mitraliur dari markas itu menyalak dengan beringas menghujani pasukan TKR dan para pejuang yang maju menyerang .  Dengan Karaben  Styer M98 aku merunduk maju mendekati markas Jepang itu.  Mayor Soeharto langsung memimpin pasukan TKR menyerbu dari sebelah barat. Letnan Gunadi terus memberi aba agar pletonku terus merangsak maju. Faridan M Noto dari kesatuan Polisi Istimewa. dengan senapan otomatisnya memimpin pasukannya menyerbu dari sebelah selatan.

Di antara letusan senapan dan ledakan granat, para pemuda pejuang Hizbullah terus menyerbu dengan beraninya sambil memekikkan "Allahu Akbar."

Pasukan  TKR, PI dan para pejuang semakin merangsak mengepung markas. Sementara tentara Jepang bertahan dari balik karung pasir yang ditata di depan markas. Semakin dekat kepungan para pejuang semakin gencar pertempuran itu. Pertempuran semakin ribut. Benar-benar pertempuran jarak dekat. Saling kejar dan saling tembak. Sekali-sekali terdengar tentara Jepang mengerang kesakitan karena terkena tembakan atau terhunjam bambu runcing.

Beberapa pejuang roboh terkena tembakan maupun tusukan bayonet. Senjata otomatis di tangan Faridan sempat membuat tentara Jepang yang berada di atap markas terjungkal jatuh. Kemudian ia dapat membungkam senapan mitraliur itu dengan menembak kepala penembaknya. Bersamaan dengan itu juga Kalipan menhunjamkan bambu runcingnya ke dada seorang tentara Jepang yang tidak sempat mengisi magasen senjatanya.

Aku dekat dengan Faridan ketika Polisi itu roboh. Puluhan peluru menerjang dadanya. Aku menyuruh beberapa pemuda untuk membawanya menjauh dari medan pertempuran.

Aku melompat dari balik pagar dan karabenku berhasil merobohkan dua tentara Jepang. Namun dalam waktu yang bersamaan  dua peluru menerjang kening dan dadaku. Seragam TKR-ku memerah karena kucuran darah. Aku roboh ke tanah.

Ketika aku sadar, seorang gadis palang merah sibuk mengobati lukaku. Ternyata ketika aku roboh mereka membawaku mundur ke tempat aman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline