Lihat ke Halaman Asli

Generasi Berencana, Generasi yang Jauh Dari Sengsara

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1412940590960646554

Pernikahan dini

Bukan cintanya yang terlarang

Hanya waktu saja belum tepat

Merasakan semua..

Masih ingat kan dengan penggalan lirik lagu di atas yang merupakan soundtrack sinetron Pernikahan Dini yang dibintangi oleh Agnes Monica dan Syahrul Gunawan tersebut? Sinetron yang fenomenal di tahun 2000 an itu memang sempat booming dan menjadi tontonan favorit keluarga di Indonesia. Carut marut dan kerepotan pasangan yang menikah di usia muda digambarkan secara jelas di sinetron tersebut. Tak hanya menjadi tontonan, sinetron tersebut juga bisa menjadi tuntunan bahwa pernikahan dini seharusnya tak dilakukan oleh siapa pun.

Dan mirisnya, ternyata pernikahan dini tak hanya terjadi dalam sinetron.Pagi tadi, tetangga saya anaknya baru saja melangsungkan pernikahan setelah bulan Juli kemarin baru saja lulus dari Sekolah Menengah. Kalau dihitung-hitung saya perkirakan pasangan pengantin baru itu umurnya sekitar 18 tahunan.


Tak hanya itu. B
erdasarkan data yang ada, pada tahun 2007 rata-rata usia pasangan yang menikah di Indonesia adalah 19,8 tahun . Padahal harapan pemerintah, pasangan yang akan melangsungkan pernikahan itu untuk laki-laki seyogianya sudah berusia 25 tahun. Sedangkan untuk perempuan sebaiknya sudah berumur 20 tahun. Karena secara ilmu kebidanan dan kandungan, pada usia 20 tahun tersebut organ-organ reproduksi kaum perempuan sudah siap untuk mengandung dan melahirkan buah cinta kasih mereka.

Nikmatnya Menikah di usia Dewasa

Tak hanya siap secara fisik, menikah di usia yang diharapkan atau sudah dewasa ternyata nikmat sekali lhoo.. Banyakkeuntungan yang diperoleh bila menikah di umur yang sudah dewasa, yaitu :

1. Akan membawa kebahagiaan bagi keluarga dan pasangan.

2. Sebaliknya apabilakita menikah di usia muda justru akan membawa banyak konsekuensi, baik dari sisi kesehatan, pendidikan, ekonomi dan sosial.

3. Menikah di usia muda juga memiliki potensi lebih besar untuk gagal (cerai) karena ketidaksiapan mental dalam menghadapi dinamika rumah tangga dan tanggungjawab atas peran masing-masing seperti dalam mengurus atau mengatur rumah tangga, mencukupi ekonomi keluarga dan mengasuh serta mendidik anak.

4. Menikah di usia dewasa juga bertujuan untuk menurunkan angka Total Fertility Rate

Pentingnya program Generasi Berencana (GenRe)

Dan tujuanmenikah dewasa tersebut dapat tercapai jika setiap pasangan yang akan menikah sebelumnya sudah menjadi Generasi Berencana (GenRe).Apa sih yang dimaksud dengan GenRe ?
Generasi Berencana adalah remaja dan pemuda yang memiliki pengetahuan, bersikap dan berperilaku sebagai remaja untuk menyiapkan per
encanaan yang matang dalam kehidupan berkeluarga.

Remaja dan pemuda GenRe ini diharapkan :


  1. mampu melangsungkan jenjang-jenjang pendidikan secara terencana
  2. berkarir dalam pekerjaan secara terencana
  3. menikahdengan penuh perencanaan sesuai dengan siklus kesehatan reproduksi.

1412940831620131324

Program Genre merupakan program nasional yang diselenggarakan oleh Badan Kependudukan danKeluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang mempunyai peranpenting :

1.Sebagai sumber informasi yang berkaitan dengan penyiapan diri remaja dalam menyongsong kehidupan berkeleuarga yang lebih baik

2.Menyiapkan pribadi yang matang dalam membangun keluarga yang harmonis

3.Memantapkan perencanaan dalam menata kehidupan untuk keharmonisan keluarga.

Saya ingin jadi generasi berencana

Secara pribadi, saya sangat mendukung Generasi Berencana ini. Karena saya pernah merasakan bagaimana tidak enaknya hidup dalam keluarga besar dan tidak terencana.Terlahir sebagai bungsu dari delapan bersaudara, saya tahu betul lika-liku kehidupan keluarga saya. Tak terbayangkan dan tak terperi kehidupan kami.Mendapat kasih sayang tak penuh serta sering gali lubang tutup lubang, kalau Bang Haji Rhoma Irama bilang.Makandua kali sehari, sering kami alami.Makan bubur (karena persediaan beras terbatas) dan sarapan dengan lauk yang beli di warung, merupakan suatu kemewahan buat kami. Bapak pulang tak bawa uang, kerap saya saksikan. Saking parahnya dan mungkin hanya ini satu-satunya jalan,ibu pun akhirnya terjerat hutang ke rentenir.

Maklum lah, siapa sih saudara atau tetangga yang percaya dengan kemampuan membayar pada keluarga kami ? Maka tempat yang tak banyak membutuhkan jalur birokrasi rumit, bisa segera mendapatkan fresh money, lintah darat atau rentenir lah satu-satunya jalan yang ditempuh ibu. Hanya satu kejelekannya yang saya benci hingga kini : bunganya yang nggak ketulungan dan sangat mencekik leher !

Dengan bunga pinjaman yang beranak pinak dan membumbung tinggi, ekonomi keluargasaya semakin sulit. Dan puncaknya adalahsaat bapak menjual satu-satunya asset dan kekayaan keluarga kami, sebuah rumah tempat kami berteduh yang terletak di Perumnas Banyumanik, Semarang.Membaikkah keuangankeluarga pasca rumah dijual ? Tidak ! Bahkan semakin terpuruk. Meskikedua kakak saya telah ikut membantu bekerja untuk kesejahteraan keluarga. Ada yang narik becak, ada juga yang jadi kulibangunan.

Berkaca dari pengalaman masa kecil, saya langsung bertekad dalam hati :tak ingin punya banyak anak. Sedari remaja saya juga sudah merencanakan kapan saya akan menyelesaikan sekolah, menikah dan melahirkan generasi penerus keturunan keluarga kami.

Lulus SMEA tahun 1993 (dengan dibantu biaya dari kakak) saya lalu melanjutkan ke sekolah kedinasan. Syukur Alhamdulillah, saya bisa menyelesaikan kuliah dengan baik. Hingga tanggal 1 Maret 1996 saya diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan berlanjut menjadi PNS.

Meski saat itu saya sudah mempunyaipenghasilan sendiri danbisa saja segera menikah, tapi hal tersebut tak saya lakukan. Saya berkeinginan untuk membahagiakan dan menyenangkan hati orang tua dulu. Barulah pada tanggal 16 Maret 2000 saat usia saya dan calon suami 25 tahun, kami pun melangsungkan pernikahan secara sederhana.



1412941591265638799

Saya dan suami sama-sama merupakan lulusan dari sekolah kedinasan. Sama-sama sudah bekerja dan sama-sama sudah siap untuk mengarungi biduk rumah tangga.

Tahun 2001 saya mempunyai anak pertama.Merasa ada waktu longgar sedikit, saya pun melanjutkan pendidikan ke jenjang Strata 1 (Sarjana). Entah disengaja atau tidak,berbarengan denganmengandung anak kedua, pada tanggal 10 Februari 2005 saya bisa lulus dan menyandang gelar Sarjana Ekonomi (SE). Dan ternyata betul, nikmat sekali bila kita sedari awal menjadi GenRe dan menikah di usia yang sudah dewasa.

1412941722761050893

Karena dengan mempunyai dua anak, saya bisa menyelesaikan Pendidikan Pasca Sarjana (S2) pada bulan Desember 2013. Yang membanggakan lagi, meski usia saya saat wisuda berumur 39 tahun, saya bisa menjadi wisudawan terbaik dengan IPK Cum Laude 3,89 lhoo..

Ternyatatepat sekali program BKKBN, jadi GenRe itu membuat hidup kita tak sengsara. Buktikan sendiri deh !

***

Sumber referensi:

http://www.academia.edu/6731353/Genre_Generasi_Berencana_



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline