Lihat ke Halaman Asli

Gerak Cepat Saat Hamil, Naik Pangkat 6 Tahun Lebih Cepat

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14176982971340127987

“ Besok mau ke kantor pusat ya Pak ?” tanyaku pada Pak Ichtiar, teman sekantorku  pada pertengahan bulan April 2005, 9 tahun yang lalu.

“ Mau nitip ?”

Aku cuma  dapat  tersenyum kecut. Malu. Ternyata  Pak Ichtiar sudah tahu  maksud pertanyaanku. Tapi aku tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang bagus ini. Karena menurutku kesempatan  emas tidak akan datang dua kali. Sukses hanya diraih oleh  mereka yang sudah menyiapkannya. Siapa cepat, dia dapat. Terserah orang mau bilang apa.  Apalagi yang mau ikut ujian sepertiku ini bejibun. Beberapa ratus orang yang dipilih, tapi yang ngantri seluruh pegawai se Indonesia Raya.

Segera kuambil berkas  yang tersimpan di laci meja.  Seamplop  besar. Bakalan lama kalau berkas ini kuposkan. Kalau kutitipkan ke  Pak Ichtiar, ada kepastian berkasku  sampai  di tangan orang yang tepat mengurusinya.

“ Nitip ini ya Pak.”  Amplop coklat itu pun  berpindah tangan ke Pak Ichtiar, yang besok akan berangkat ke ibukota metropolitan, tempat kantor pusat instansiku berada.  Mulutku langsung komat-kamit. Mudah-mudahan berkasku nyampai, do’aku dalam hati.

***

Sebetulnya dengan menitipkan berkas ke Pak Ichtiar, aku termasuk orang yang mencari   resiko.  Pas hamil, kok malah mau ikut Ujian Penyesuaian Kenakaian Pangkat  (UPKP) V. Semua orang tahu,soal-soal ujian di UPKP V, yang dahulu bernama Diklat Penyesuaian Ijazah (DPI) III  ini sangat sulit,  standar nilainya juga tinggi. Lulus ujian ini, bagaikan benang keluar dari jarum jahit yang  lubangnya  sangat kecil. Susyah sekali.

Tapi bagiku, tak ada salahnya mencoba. Dan Alhamdulillah, gerak cepatku nitip berkas ke  Pak Ichtiar berbuah manis. Beberapa bulan kemudian, saat  usiaku 31 tahun ( nggak ada hubungannya ), dan usia kehamilanku sudah  7 bulan aku dipanggil untuk mengikuti diklat  UPKP V di Balai Diklat Keuangan (BDK ) Malang. Senang ? Tentu saja.  Sempat merasa masygul  dan tersenyum kecut (lagi)  ketika sopir kantor yang mengantar  untuk mengambil modul Diklat mengatakan bahwa UPKP V hanyalah sebuah formalitas. Bisa atau tidak saat mengerjakan ujian, tetap saja lulus.

Bulan Juni, bersama teman-teman dari kantor lain, ada  yang  dari Direktorat Jenderal  Anggaran, Bea Cukai  dan kantor lainnya, kuikuti  kelas tutorial dengan sebaik-baiknya. Saat mau mengikuti diklat ini sebelumnya aku sempat berkonsultasi ke dokter kandungan langgananku, bolehkah aku mengikuti diklat dan ujian yang akan  melelahkan ini. “ Ikuti saja,”  jawab singkat  Pak  dokter favoritku.  Aku merasa perlu untuk  menanyakan hal seperti ini. Karena di awal kehamilan, aku sempat mengalami vlek dan bed rest selama seminggu. Aku ingin  kehamilan dan  UPKP V ku nanti bisa sukses bersamaan.  Apalagi saat kulihat  jadwal diklat yang diberikan. Karena  pertemuan tutorial sangat terbatas, sementara materi yang harus dipelajari banyak, mau tidak mau  diklat akan berlangsung  hingga menjelang Maghrib.

Gerak lebih cepat = high risk = high return

Hari-hari pertama diklat,( sepertinya)  aku pernah membawa bantal untuk mengganjal pantat dan punggungku. Tapi hari-hari berikutnya, aku nggak bawa lagi. Malu diliatin teman-teman seruangan dan takut mendapat perlakuan khusus.   Berbekal  vitamin dari dokter dan berusaha tak terlalu capek, aku mengikuti diklat dengan sukses. Padahal saat itu ruang kelasku ada di lantai 2 lhoo..

Selesai diklat, masih ada waktu tenang untuk mempersiapkan ujian. Kulahap habis soal-soal ujian tahun-tahun sebelumnya.  Meski  otak tua ini sebetulnya sudah agak tumpul untuk berlatih  contoh soal-soal TPA, Psikotes dan bahasa Inggris yang susahnya minta ampun, kupaksakan juga mataku untuk membaca habis latihan soal-soalnya. Dengan bersandaran bantal yang agak tinggi di kursi ruang tamu,  aku berusaha belajar keras.  Karena aku tahu  betul sifat asliku saat sekolah atau kuliah dulu.  Aku  sering  menyesal kalau tahu setelah  ujian ternyata  soal-soal yang kukerjakan ternyata banyak  salahnya.  Aku ingin  belajar tenananku  sebelum ujian, bukan setelahnya.  Karena sesal dahaulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline