Lihat ke Halaman Asli

Karena Aku Bukan Malaikat

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Inilah sosok diriku. Lemah dan gampang menyerah. Terlalu takut mengambil resiko. Terlalu mudah marah dan sulit mengambil keputusan. Dan mempunyai hati yang rapuh. Kadang aku takut kau akan meninggalkan diriku sendiri menikmati jalanan yang penuh dengan debu. Menyusuri terjalnya jalanan. Jujur sejak pertemuan singkat itu hati ku enggan tuk kembali. Mungkin separuh telah terbawa dirimu. Bukan aku sok puitis atau romantis, karena aku bukan pujangga yang pandai menulis. Namun bagiku kau adalah sosok yang membuat ku jauh berbeda dari sebelumnya. Yang membuatku berani menunjukan inilah diriku sesungguhnya. Mengenalkan diriku tentang indah dan lika-likunya jalan kehidupan. Mengajariku untuk lebih dewasa menghadapi sedikit perlakuan yang membosankan.

Dulu aku pernah berfikir kenapa kau bisa memilih ku. Padahal aku tak mempunyai apa-apa yang patut kau banggakan. Tak punya kecerdasan dan tampang rupawan yang bisa kau kagumi. Namun kau mengatan kalau aku mempunyai sepotong hati yang membuat mu tuk enggan meninggalkanku. Percaya tidak percaya pernyataan ini yang membuat ku enggan tuk melepaskan mu sedetikpun. Mungkin aku terlalu lebay namun jujur aku benar-benar mencintai mu. Mungkin selama ini aku tidak bisa memberi mu apa-apa namun dengan menjaga kesetian, ini bukti kesungguhan ku pada mu. Mungkin ini masih terlalu sederhana, namun ku harap kau menghargai kesungguhan ini.

Saat kau mengerti kita akan berpisah, sedikit tersorot keraguan pada mu. Mungkin kau berpikir saat aku menuntut ilmu nanti, aku akan terpaut pada hati yang baru. Asal kau tahu memiliki mu adalah anugrah terindah. Jika aku boleh meminta jangan pernah Allah menggantikan dengan yang lain. Tak ingin sedikitpun aku lepas dari dekapanmu. Berat sekali rasanya untuk melangkahkan kaki ini. Sempat enggan untuk pergi dan ingin selalu bersamamu. Tapi kali ini kau benar-benar meginginkan ku pergi bersama senja. Mengukir asa pada langit jingga. Katamu ini sementara. Kata mu bulan itu akan selalu bersama bintang. Walau kita tak selalu berada pada ruang yang sama namun kita masih berada dalam satu tempat  yang sama yaitu dunia. Selagi masih ada waktu walau aku harus menangis disetiap pengujung senja namun karena ini mau mu, aku akan pergi meninggalkanmu smentara. Jangan pernah ragu sayang aku pasti kembali.

Memang menjalin hubungan jarak jauh itu tak mudah itu menurut beberapa wacana yang ku dapat dan sedikit penjelasan dari teman ku. Rasa kegalauan sering mendera dan menyapa ketika malam tiba. Seperti itukah?. Ternyata benar baru beberapa hari aku dinegeri orang rasa rindu itu sudah datang menghampiri ku. Sebagai pemula ini terlalu sulit bagiku. Ternyata sulit menjalani hubungan jarak jauh atau bahasa gaulnya sering disebut LDR. Satu persatu datang silih berganti ujian yang harus ku lewati mulai dari ujian kesetiaan hingga keiklasan. Butuh kesabaran dan kesetian. Menuggu waktunya tiba. Segala sesuatu itu butuh proses butuh perjuangan dan butuh sesuatu yang perlu dikorbankan. Untuk mencapai kebahagian seperti yang kita inginkan.  Mungkin saat ini aku harus mulai belajar tentang arti dari sebuah proses kehidupan sebelum aku berjala terlalu jauh dan akhirnya akan menemukan sakit dipenghujung jalan. Bukankah lebih baik sekarang semuanya dimulai. Sebelum ada kata menyesal.

Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun sudah terlewati. Mulanya hubungan ku berjalan seperti sebelumnya. Seperti ketika kita masih bersama dulu. Mungkin karena ruang dan waktu yang tidak memungkinkan tapi kita sering menggunakan jejaring sosial fb video call. Namun lambat laun perasaan itu mulai memudar. Mungkin kita sama-sama bosan dengan keadaan yang selalu sama. Hanya dipertemukan lewat dunia maya dengan waktu yang cukup terbatas. Tanpa ku sadari aku menemukan sepotong hati yang baru. Awalnya aku mencoba menerka bahwa dugaanku salah. Namun lambat laun rasa itu menggeser hati yang telah bertahta sejak lama. Menghasut untuk pergi dari tempat yang didiaminya waktu itu. Aku takut jika kau akan kecewa. Aku takut dengan ucapan ku tempo lalu. Bahwa aku bersumpah tak akan pernah sedetikpun meninggalkan mu. Akan akan setia menunggu dipenghujung waktu. Tapi nyatanya justru aku yang terlebih dahulu pergi meninggalkan setiap lembar cerita yang telah rapi terukir dengan pena putih itu. Banyak cerita yang terlukis. Banyak warna yang tergores. Dan banyak cerita yang tidak terselesaikan.namun tak bisa kupungkiri, andai aku mampu ingkar dari pesonanya aku akan pergi sejak lama. Namun ini masalah hati, ternyata aku sudah cukup jauh terperosok dalam lubangnya. Hingga aku tak mampu kembali pada lubng hati yang ku diami tempo lalu. maafkan aku, maafkan segala ucapku. Maafkan ego ku yang hingga membuat hatimu terluka. Karena nyatanya aku bukan seorang malaikat. Sekali lagi maafkan aku, karena ini semua bukan mau ku. Aku hanya ibarat robot yang harus menuruti perintah tuannya. Seperti itulah, aku hanya menjalankan kehendak  dan yang di inginkan ALLAH.  Karena semua kendaliku berada ditangannya. Maafkan aku, karena aku bukan malaikat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline