"Inna lillahi wa innaa ilaihi raaji'uuun, telah meninggal dunia dengan tenang bapak... " Itulah suara keras yang sering kudengar dari loud speaker masjid dekat rumahku. Juga suara sayup sayup dari kejauhan saling susul hampir mirip baik intonasi dan jenis suaranya. Setelah itu, saya baca WA... Kok awal kalimatnya sama dan banyak!!
Benar benar nyata. Dalam minggu ini saudaraku, kakakku, temenku dll sudah mendahului kita menghadap sang pencipta. Rata rata mereka yang meninggal dalam minggu ini masih muda.
Alhamdulillah, syukur bahagia tiada tara mestinya tidak pernah putus muncul dari dalam diri kita.Kita harusnya tetap semangat bahagia menjalani hidup. Karena kita sehat. Buat apa wajah cantik, ganteng, Dan kaya kalau sakit. Lebih baik wajah n harta pas pasan tapi sehat. Namun, kenyataannya, diri kita masih dikalahkan oleh kekuatan hawa nafsu untuk memiliki banyak tuntutan nafsu . Sehingga kita lupa tidak bersyukur dengan berbagai alasan. Salah satu alasanya, kita merasa masih punya banyak cita-cita tetapi baru sedikit yang tercapai, belum punya ini dan belum itu. Sering melihat ke atas. Atas rezeki keberhasilan orang lain .
Kesehatan dan kesempatan untuk hidup adalah kenikmatan yang luar biasa. Kini aku ingin berkisah saat manusia banyak yang sakit di masa pandemi. Betapa banyak orang meninggal di tahun ini. Banyak saudara dan para tetanggaku sudah menghadap ke sang pencipta.
Kisah pertama, mereka adalah sahabatku pasangan suami istri, keduanya PNS . Mereka adalah Mas J dan mbak Y harus tinggal di RS dr Oen Solo Baru beberapa hari. Mbak Y menderita sakit tekanan darah tinggi. Sedangkan suaminya sakit maag dan paru-paru. Rabu yang lalu mbak Y telah dipanggil oleh Allah S WT. Beberapa waktu kemudian suaminya menyusul.
Kisah kedua tetanggku yang lain, pak R sebelum bulan puasa sudah beberapa hari tinggal di ICU dr Oen Solo Baru ginjalnya sakit. Saat di ICU setengah sadar dia merasa banyak hal buruk telah dilakukan sebelum sakit. Dia berdoa supaya masih diberi kesempatan hidup dan mau bertobat. Rupanya doanya terkabul. Setelah sembuh,dia mau pegang janjinya. Akhirnya pak R bisa sembuh dan deperbolehkan pulang.
Setelah pak R pulang. Sudah terdengar bisik bisik tetangganya. Pak R berubah dan bertobat. Dia tidak mau judi, nongkrong dll. Dia sudah mau pergi ke masjid. Alhamdulillaah". "Dia mau sholat sebagai pertanda awal pertobatan seperti yang dijanjikan". Padahal pak R sudah puluhan tahun tidak mau sholat, apalagi pergi ke masjid. Seperti di sampaikan ke Mas Joko, saudaraku..
Kurang lebih empat kali dalam empat hari pak R pergi ke masjid untuk sholat berjamaah. Dihari ke lima dia sakit lagi dan dia menghadap ke sang pencipta di hari Jum'at kemarin.
Kisah ketiga, di hari yang sama. Setelah kepergian pak R di mas J teman dekat pak R juga harus dirawat di RS dr Oen Solo Baru. Karena penyakit gula kambuh yang telah diderita lama. Akhirnya dia juga menyusul menghadap sang pencipta. Jadi dalam satu hari dalam satu desa telah dikubur dua jenazah dari sepasang sahabat dekat.
Di awal bulan ini, memang banyak orang berkabung karena mereka telah kehilangan orang-orang yang dicintai. Berbagai kisah kematian akhirnya berpengaruh terhadap sikap hidup. Ada di antara kita ada yang merasa biasa saja. Ada juga yang merasa termotivasi menjaga kesehatan, juga berusaha menjadi lebih baik.
Beberapa hari lalu rumahku kedatangan tamu, namanya mbah Dal. Mbah Dal memang sering berkunjung ke rumahku, terkadang dia menawarkan buah pisang ke keluargaku, terkadang dia minta makanan.
"Mbah usia panjenengan berapa? Tanyaku
"Wis 60 lebih! Aku isih wedi mati mas!"
"Lha kenapa wedi mati mbah?, Tanyaku
"Pokoke aku wedi, aku pengin yen mati yen wis tua"
Mbah Dal, beliau sudah tua, secara kasat mata, tidak ada hal yang bernilai plus untuk mbah Dal. Mbah Dal hidup dalam kemiskinan, penampilan tidak menarik, anak-anaknya pun juga banyak yang hidup dalam kemiskinan. Melihat kondisi mbah Dal, langsung saya membandingkan dengan diri saya betapa saya harus banyak bersyukur dan semakin bersemangat hidup . Walau mbah Dal hidup dalam kekurangan,tapi beliau masih bersemangat dalam hidup. Beliau takut mati karena salah satunya belum siap bekal untuk mati.
Tidak beberapa lama. Ada berita lelayu mbah Dal jatuh di kamar mandi dan diberitakan meninggal setelah dirawat di RS Solo Baru.
Selanjutnya, terserah kita sendiri bagaimana bersikap. Yang jelas kita semua akan meninggalkan dunia yang penuh dengan hingar bingar. Entah kita berani mati apa takut mati, kita pasti akan menghadap kepada sang pencipta. Semua perbuatan kita akan dimintai tanggung jawab. Lalu, kalau kita bisa mengisi hidup dengan kebaikan kenapa kita harus mengisi hidup ini dengan keburukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H