Lihat ke Halaman Asli

Pergulatan Bathin, Novel AYT

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

PERGULATAN BATHIN

Larva kehidupan mulai berkembang dengan pesat. Bergerak-gerak mencari tempat yang tenang sebagai tempat mengatur kehidupan dalam nafas-nafas penuh makna. Tempat merangkai bingkai kepompongnya menjadi lebih kuat supaya tidak mudah goyah diamuk badai yang yang lalu-lalang di tempat dahan kering kehidupannya. Dahan rapuh di tengah gurun tandus dan berdebu. Membuat setiap makhluk sesak oleh dahaga, karena telah berabad-abad butir bening Tuhan enggan menyentuh kegersangan itu. Membuat larva-larva mati sebelum sempat menikmati siklus hidupnya. Metamorfosis yang penuh duka dan petaka tiada habisnya. Hingga yang tersisia hanya larvaku. Larva kerdil yang mencoba menahan perih luka lewat sujud suci pada ilahi di tengah altar pemujaannya. Berharap yang kausa berkenan mengulur kasih pada larvaku yang tengah sekarat.
Sorak gembira tersembur dari larva kecilku itu, saat tanda kehidupan mulai menyeruak dari tengah kepedihannya. Dengan deraian kata-kata suci penuh tulus berhamburan dari lidah yang mulai meninggalkan kekeringan. Kini larva itu telah melewati masa kritisnya. Ia telah berada tenang dalam jeruji ilahi berselimut kata-kata sufi dalam kepompong Tuhan. Sambil mengatur nafas pelan seraya beriringan dengan deru zikir pada sang pencipta, ia meringkuk dalam kebahagiaan dunia barunya. Mungkini sebentar lagi ia adalah imago. Makhluk kecil bersayap indah, seindah lantunan ayat-ayat Tuhan yang selalu bergema dari kata teduhnya. Kalbu suci yang bening, sebening embun pagi di ujung daun. Makhluk Tuhan yang nanti akan melanjutkan rotasi hidup yang penuh onak ini pada benih suci dalam kantung suci di perutnya.
Kupu-kupu dengan sayap kerlap-kerlip seperti peri dalam dongeng. Mata bulat bening, cantik menawan layaknya gadis-gadis bermata jeli. Ia berputar-putar riang di tengah gurun itu. Ia tidak peduli dengan marabahaya yang dari tadi mengintainya di balik perdu-perdu meranggas di sampingnya. Ia terlalu larut dalam kebahagiaan semu, hingga tugas dari Tuhan yang telah ditandatangani saat dalam jeruji suci itu, telah ia lupakan. Ia acuh tanpa mau tahu akibat dari perbuatannya. Ia tetap berputar-putar dan menari menebarkan keindahannya pada setiap yang lalang. Pujiannya pada Tuhan tidak terdengar lagi. Sujud dan sukur yang selalu dilakukan di altar pemujaan tidak pernah diperbuat lagi. Lantunan kalam Tuhan yang biasa dinyanyikan sirna entah kemana. Yang ada ahanya gedubrak-gedubrak seperti musik setan. Meraung mengoyak iman yang masih tersisa. Tragis sungguh tragis. Piaraanku tidak seperti yang ku mau.
Renungan terhenti saat tetesan bening mengalir deras dari pelupuk mataku. Ia jatuh menghujani sebuah buku kecil di hadapanku. Buku kecil berisi tulisan-tulisan aneh, dengan bahasa yang juga bagiku aneh. Aku sendiri tidak tahu bagaimana membacanya. Huruf-hurufnya seperti seutas tali yang saling bertautan, membentuk formasi indah dan bermakna mulia. bahkan bunyinya saja seperti bahasa kuno di zaman purba. Kata-kata yang aku anggap mantra, sebab selalu dilafalkan ketika berdiri tenang di dalam rumah Tuhan. Rumah tempat mencari pencerahan jiwa ketika kekeruhan terjadi.
Katanya buku itu kitab suci. Namanya Al-quran. Kitab teragung yang pernah diberikan pada segenap utusan. Kitab yang berisi ajaran tentang kehidupan dunia dan akhirat. Kitab yang mengisahkan kehidupan sebelum dan sesudah mati. Sebelum aku terlahir kali dunia ini, semua telah teranmgkum di dalamnya. Sampai sesudah aku terlahir dan bersemayam dalam perut bumi. Seluruhnya tersusun rapih di dalamnya. Kitab berisi kisah-kisah mengejutkan dari orang-orang yang menentang Tuhan. Orang-orang yang dengan congkak menentang kebesaran kemuliaan-Nya. Tidak hanya kepedihan yang tersaji di dalamnya, tetapi kebahagiaan juga sarat memenuhinya. Janji Tuhan pada hamba yang patuh dengan perintah-Nya. Janji yang pasti akan terlaksana dan terbukti kaabsahannya. Dan masih banyak lagi masalah-masalah kehidupan yang terekam di dalamnya. Oleh karena itu, sungguh pantas jika kita menjadikannya sebagai kitab teragung dalam kehidupan ini.
Aku bahagia menjadi orang yang mempercayai keagungan kitab tersebut. Walau masih terbilang baru. Aku sangat ingin memperdalam pengetahuan tentang isinya. Kitab yang dulu selalu kuteriaki, tatkala orang-orang berjubah mengalun mendendangkannya. Kitab yang membuat aku jijik jika terdengar selintas di telingaku. Tuhan ampuni kau. Aku tidak ingin mengulanginya lagi. Hatiku berkecamuk oleh rasa berdosa yang mengerubungi. Ia meludahiku dengan kata-kata nista, seolah-olah aku adalah hamba yang paling bejad, hamba yang tidak pantas menerima uluran kasih dan cinta dari Tuhan. Ia melempariku dengan kotoran-kotoran manusia, kotoran mereka yang dulu pernah aku olok-olok dan aku jauhi hanya karena ia mengajakku untuk membaca kitab itu. Dan aku hanya terdiam tanpa perlawanan. Tidak kuasa menangkis perbuatannya, kekuatan dan rasa percaya diri yang dulu aku bangga-bangakan telah lenyap. Semua menjauh meninggalkanku yang tidak berdaya ini. Dengan sorotan yang kian melemah, aku terpekur memanggil-Nya. Dengan tangan terlentang ke udara menggapai angkasa yang selalu tertawa menyaksikan kepedihanku. Aku merintih menahan perih yang kian menggerogoti jiwa. Memakannya dengan rakus tanpa belas kasihan.
"Tuhan. Pantaskah aku memohon dan berharap cinta-Mu? Cinta untuk orang sepertiku. Hamba yang sempat menjauh saat kau dekati, hamba yang selalu acuh pada perintah-Mu. Mengadu dosa dan khilapan. Berharap ampunan dan kasih sayang. Tuhan ampuni dosaku. Aku menyesal dengan semua tingkahku selama ini. Sungguh aku menyesal," serentetan kata penyesalan dan harapan melayang pada Tuhan.
Aku memang orang yang paling berdosa. Orang yang paling tidak berharga dan jauh dari kasih-Nya. Tapi aku tidak mau tetap menjadi ini selamanya. Aku juga berharap menjadi hamba-Nya yang selalu tekun memuja dalam setiap keadaan. Aku ingin seperti itu. Apakah salah? Padahal dalam firman-Nya, Dia telah berjanji akan mengampuni dosa hamba yang sungguh dalam bertobat. Dan ia adalah zat yang tidak pernah ingkar pada janji-Nya. Lalu dengan alasan apa mereka mengutukku dan mengatakan aku adalah makhluk yang jauh dari ampunan? Hamba yang tidak akan pernah mengenyam ampunan-Nya. Aku sadar dahulu hidupku penuh dosa. Setiap waktu, aku selalu mengarungkan dosa-dosa dipundakku. Memang aku sudah tidak punya kesempatan lagi untuk memperbaiki diri? Apa dasarnya? Tuhan sendiri pernah berkata dalam Kalam-Nya, bahwa ia tidak akan merubah suatu kaum, jika kaum tersebut tidak merubah nasibnya sendiri. Itu Perkataan Tuhan, bukan perkataan nabi ataupun yang lain. Jadi aku berhak untuk merubah sikap dan tingkah lakuku. Dan aku yakin Dia akan membantuku dan mempermudah jalan mencari hidayah-Nya.
Secercah kebahagiaan tiba-tiba menyelip dalam dasar hatiku. Merekah dan kian mekar, yang tadinya selalu kuncup sebab secuil cahaya ilahi tidak menyentuh kekakuaannya. Aku kembali bugar seperti anak yang baru saja mendapatkan hadiah ulang tahun dari bunda dan ayahnya. Berjingkrak-jingkrak melampiaskan kegembiraan, kegembiraan yang seolah-olah baru pertama kali dirasakan. Meloncat kian tinggi menggapai-gapai udara yang panas. Kebahagiaan, yeah, kebahagiaan hidup dambaan setiap insan di dunia ini.
"Afwan akhi, nanti sore hadir ya! Soalnya ada yasinan di mushola kampus," sejurus kalimat meluncur dari mulut Azhar yang sepertinya sudah dari tadi berda di sampingku.
"E…e…' ya. Insyallah, akhi. Kalau boleh tahu tepatnya jam berapa, ya?," balasku denganm seulas pertanyaan sambil menyingging senyuman.
"Insyaallah, ba'da magrib. Tapi kita sholat magrib berjamaah di kampus," jawab Azhar dengan membalas senyumanku.
"Baiklah kalau begitu. Sampai jumpa nanti, ya. Asslamualaikum, akhi," sahutku kembali seiring meninggalkan Azhar yang masih tenang duduk di taman depan kampus.
Terdengar sayup-sayup suara Azhar membalas salamku. Ia adalah teman baru yang aku kenal di suatu organisasi yang baru-baru ini aku ikuti. Organisasi yang bernafaskan islam. Di dalamnya kami sering disibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan dalam bentuk ibadah untuk dunia dan akhirat. Mulai dari acara pengajian, dalam bentuk tausyiah-tausiyah islami yang membahas tentang kehidupan di kampus dan luar kampus, sampai pada acara kamphing di daerah pelosok dalam rangka bakti sosoial. Selama aku masuk dalam organisasi ini, aku belum pernah ikut dalam acara tersebut. Karena itu aku belum tahu kegiatan-kegiatan yang biasa mereka lakukan selama acara tersebut berlangsung. Tetapi dari isu yang aku dengar dari anggota-anggota organisasi itu, sebentar lagi mereka akan melaksanakan bakti sosoial. Tepatnya di daerah Lombok tengah. Dan Azhar menyarankan untuk aku ikut dalam acara tersebut. Semoga ini menjadi awal yang baik menuju cinta-Nya, kasih yung terkasih darinya dan Tuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline