Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto telah mengumumkan pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45 serta menciptakan benturan di masyarakat.
Apa yang dilakukan Pemerintah terhadap HTI, bukan berarti pemerintah anti terhadap keberadaan ormas Islam. Pembubaran HTI, semata-mata untuk menjaga dan merawat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Perlu diketahui, gagasan besar Hizbut Tahrir, yang dinamakan dengan Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia (2009) itu dijadikan pegangan HTI. Manifesto itu terangkum dalam sebuah buku setebal delapan puluh halaman, yang berisi sembilan bab pembahasan, mulai dari sistem pemerintahan ketika Khilafah berdiri, sistem ekonomi, sistem peradilan, sistem pergaulan, media dan informasi, politik luar negeri, politik dalam negeri, dan strategi pendidikan.
Dalam manifesto itu, HTI menyatakan diri menentang keras konsep-konsep yang lahir dari paham sekulerisme seperti demokrasi, patriotisme, sosialisme dan kapitalisme atau isme-isme lain. Titik temu dari manifesto tersebut terletak pada sosok kekhilafahan seperti apa yang dimaksud oleh HTI.
HTI Layak untuk Dibubarkan!
Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia oleh Pemerintah adalah suatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Ini menyangkut eksistensi NKRI. Mungkin saja, banyak kalangan menilai bahwa tindakan Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini terlalu gegabah, dan terkesan dipaksakan. Komentar bernada miring ini banyak kita temui, khususnya dari kalangan yang selama ini berseberangan dengan Jokowi. Tentu saja ada tujuan politik dari penolakan ini, dibandingkan keinginannya menjaga keutuhan NKRI.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, menilai pembubaran HTI merupakan bentuk pencabutan hak warga negara dalam berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, menurut Fadli, pembubaran Ormas secara sepihak juga merupakan kemunduran dalam sistem demokrasi yang dianut oleh negara. Bahkan ada dugaan, pembubaran HTI oleh pemerintahan Joko Widodo bisa jadi adalah proses untuk membubarkan ormas Islam lainnya.
Lain halnya yang dikatakan Din Syamsuddin, tokoh Muhammadiyah ini menilai cita-cita atau wacana pendirian negara khilafah oleh HTI tak perlu direspon pemerintah dengan menuding mereka sebagai kelompok anti-Pancasila. Menurut Din, khilafah bagi umat Islam layaknya eksistensi Vatikan yang menjadi kiblat umat Katolik di seluruh dunia.
Namun, jika kita melihat keberadaan Hizbut Tahrir di beberapa negara, apa yang dilakukan Pemerintahan Jokowi yang melakukan pembubaran HTI sangatlah tepat dan beralasan.
Negara-Negara yang Melarang Hizbut Tahrir
Di antara negara-negara yang secara tegas melarang aktivitas Hizbut Tahrir, mempunyai berbagai alasan yang kuat. Di Yordania misalnya, Hizbut Tahrir sudah dilarang sejak 1953 karena dianggap mengancam kedaulatan negara. Begitu pula, dengan negara tetangga kita Malaysia, yang mulai melarang keberadaan Hizbut Tahrir pada 2015 dengan alasan sebagai kelompok yang menyimpang. Di Tiongkok, Hizbut Tahrir dilarang sejak 2006 lalu dengan alasan organisasi ini dianggap sebagai kelompok teroris.
Demikian pula yang dilakukan Kerajaan Arab Saudi, keberadaan Hizbut Tahrir dilarang di era Raja Abdul Aziz pada tahun 1950-an, karena Hizbut Tahrir dianggap sebagai ancaman kerajaan. Sedangkan di Eropa, Hizbut Tahrir dilarang di Jerman dan Rusia. Kedua negara tersebut melarang Hizbut Tahrir sejak 2003.
Alasan yang membuat pemerintah membubarkan HTI,di antaranya HTI dianggap tidak melaksanakan peran positifnya untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan nasional, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat bertentangan dengan tujuan, asas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, dan aktivitas dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan, ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.