Mungkinkah karena berkaca dari kekalahan di Pilpres 2014 lalu, yang membuat Prabowo Subianto mengambil semua posisi yang semestinya dibagi merata dengan partai koalisi?
Misalnya, posisi bakal cawapres, jatuh ke tangan Sandiaga Uno yang tak lain adalah kader Gerindra. Meskipun sudah dinyatakan keluar dari partai, bukan berarti masyarakat begitu saja mempercayainya dan tidak curiga sama sekali. Apalagi, sebelumnya dikentarai ada mahar politik, masing-masing sebesar 500 miliar yang diberikan Sandiaga Uno kepada Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Benar tidaknya isu mahar itu, biarlah hanya Tuhan yang tahu. Sebagai manusia, kita hanya bisa mencurigai secara kasat mata dengan apa yang terjadi, dengan penuh tanda tanya. Begitu pula, posisi Ketua Tim sukses Prabowo-Sandiaga Uno, yang akhirnya dipercayakankepada Djoko Santoso, yang tak lain adalah anggota dewan pembina Gerindra.
Sebagai orang awam yang kebetulan tidak berada di dalam, kita hanya bisa menerka-nerka. Di antara partai koalisi Prabowo-Sandiaga, partai mana yang terkesan diam saja, dan mana pula partai yang memperlihatkan perlawanannya.
Ketika isu mahar politik mencuat yang menimbulkan istilah "Jenderal Kardus", tampaknya PKS dan PAN anteng-anteng saja, karena yang justru kepanasan adalah Partai Demokrat.
Prabowo ternyata kardus, malam ini kami menolak kedatangannya ke kuningan. Bahkan keinginan dia menjelaakan lewat surat sudah tak perlu lagi. Prabowo lebih menghatgai uang ketimbang perjuangan. Jendral kardus.--- andi arief (@AndiArief__) August 8, 2018
Demokrat Biarkan Kadernya Dukung Jokowi
Adanya dispensasi yang diberikan DPP Demokrat kepada DPD-DPD di daerah yang mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin bisa dijadikan alasan bahwa Demokrat tidak secara all out mendukung Prabowo-Sandiaga Uno. Inilah bentuk tawaran yang bisa diberikan Demokrat kepada Gerindra karena posisi bakal cawapres dan ketua timses yang dipegang Gerindra. Tentu saja, PKS dan PAN tak bisa mengikuti apa yang dilakukan Demokrat. Dengan kata lain, Gerindra akan membiarkan apa yang dilakukan Demokrat, asal secara resmi partainya mendukung Prabowo-Sandiaga
Pengalaman di Pilpres 2014 lalu begitu menyakitkan Prabowo Subianto. Betapa tidak, Koalisi Merah Putih yang mengusung Prabowo-Hatta, jelas-jelas didukung banyak partai. Namun, nyatanya Prabowo-Hatta tak bisa merebut simpati dan kepercayaan rakyat melebihi yang diraih Jokowi-JK. Oleh karena itu, wajar saja jika di Pilpres 2019, strategi kemenangan Prabowo-Sandiaga Uno semuanya dibuat serba berbeda.
Jadi, jika menang, maka memang pantas untuk menang. Namun, jika dirinya kalah dari Jokowi-Ma'ruf Amin, maka kekalahan itu masih bisa membuat Partai Gerindra tetap berjaya di parlemen. Bahkan, bisa saja Gerindra mendapatkan 'efek ekor jas' karena bakal capres dan cawapresnya sama-sama dari Gerindra.
Itulah politik, kadang sulit diterima dengan akal sehat, dan tak ada istilah dilecehkan atau melecehkan. Biasa saja!
sumber: