Lihat ke Halaman Asli

Memilih Gubernur Jakarta Secara Rasional

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pilkada DKI Jakarta akan memasuki putaran ke-2 pada 20 September 2012. Pada putaran kedua ini, ada dua pasang calon, yaitu: Foke-Nara dan Jokowi-Ahok. Pada putaran pertama, calon yang saya pilih adalah Hidayat-Didiek. Saya memilih calon dari PKS, karena PKS masih saya anggap sebagai partai yang bersih, setidaknya lebih bersih dari partai yang lain.

Nah, pada putaran kedua ini, saya tidak akan memilih Foke-Nara, dan tentu lebih memilih lawannya Jokowi-Ahok. Mengapa? Fauzi Bowo (Foke) sudah saya anggap gagal membangun Jakarta, meskipun pengalamannya sebagai birokrat sudah cukup lama, mulai dari kadis pariwisata, sekwilda, wakil gubernur, hingga gubernur terakhir;


  1. Ucapan-ucapan Foke-Nara yang gak bermartabat, mulai dari “memaksa” korban kebakaran untuk memilih dia kalau mau tetap dibangunkan rumah di Jakarta, pencabutan KTP, adanya  sumpah AlQuran agar memilih dia, dan lain sebagainya, termasuk isu2 SARA yang ada;
  2. Foke-Nara sudah terlalu tua, maka saya lebih memilih yang lebih muda, lebih dinamis, lebih kreatif, lebih humanis, dan lebih merakyat…kasihan kan Foke-Nara apalagi kalau sudah sering marah-marah;
  3. Jokowi dikenal sebagai walikota yang sukses hingga memperoleh penghargaan sebagai walikota terbaik dunia, bahkan pernah mendapat penghargaan dari Bung Hatta Award
  4. Jokowi orangnya kreatif yang menginspirasi pelajar-pelajar Solo merakit mobil esemka. Jiwa inilah penting untuk menginspirasi warga Jakarta;
  5. Jokowi lebih merakyat daripada Foke. Inilah pemimpin yang memang kita butuhkan, karena yang dia pimpin adalah rakyat;
  6. Jokowi-Ahok lebih menggunakan kekuatan rakyat, sehingga tidak ada “utang” kepada cukong;
  7. Banyaknya dukungan budayawan dan seniman kepada Jokowi-Ahok akan memberikan kekuatan bagi Jokowi dalam meningkatkan kepedulian warga Jakarta dalam mewarisi budaya bangsanya, karena selama ini Jakarta kering akan seni dan budaya.
  8. dll.


Banyaknya alasan saya di atas merupakan bagian dari rasionalitas saya dalam memilih pemimpin. Saya tidak mengekor istri dan keluarga besarnya ( Betawi asli) yang kekeh memilih Foke-Nara. Saya punya pilihan sendiri yang sudah melalui tahap-tahap pemikiran. Jadi, bukan sekadar pilih. Kalau awalnya saya memilih Hidayat-Didiek dengan semboyannya “Ayo Bereskan Jakarta”, maka pada putaran kedua pun saya kosisten ingin membereskan Jakarta. Nah, tentu saja yang mampu membereskan Jakarta adalah pemimpin atau gebernur baru, bukan orang incumbent.

Ayo kita bereskan Jakarta! Jadikan Jakarta lebih baik, Jakarta Baru!

http://www.syakirasyakir.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline