Lihat ke Halaman Asli

Cara Pak Mardi Mengejar Ketertinggalan

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1410505697809116726

Pak Mardi, inilah guru yang pernah mengajarku sewaktu aku duduk di kelas 6 Sekolah Dasar di Kecamatan Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, jasanya tidak mudah ku lupa. Berkat dedikasi yang tinggi dan keseriusan Pak Mardi mendidik murid muridnya kala itu, maka saya menjadi murid dengan nilai kelulusan paling tinggi termasuk nilai mata ujian ilmu pengetahuan umum yang memperoleh nilai 9.

Bagaimana mungkin sekolah di kampung bisa mendapat nilai 9 pada mata ujian ilmu Pengetahuan Umum ? sedangkan akses informasi kala itu masih sangat terbatas, bahkan nyaris tidak ada. Disinilah kehebatan Pak Mardi, ia adalah guru lulusan dari Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negri Prambanan, ia tinggal di kota kecamatan Prambanan, namun ia mendapat tugas mengajar di Sekolah Dasar tingkat kelurahan , dimana mutu siswa maupun gurunya masih relatif tertinggal dibanding sekolah dasar lain di wilayah kecamatan Prambanan. Pak Mardi sadar betul ketertinggalan sekolah tempatnya ditugaskan, apalagi kala itu, hampir tidak ada akses informasi yang bisa diakses oleh murid maupun para gfurunya untuk tingkat kelurahan. Walaupun waktu itu sudah ada siaran TVRI, namun belum ada satupun penduduk dikelurahan Kokosan yang memiliki pesawat Televisi. Televisi masih dianggap barang mewah dan hanya dimiliki oleh beberapa orang yang cukup mampu di kota kecamatan seperti Prambanan. Paling hanya ada satu dua warga yang transistor, namun tidak semua orang boleh ikut mendengarkan radio milik orang tersebut. Sedangkan surat kabar yang paling dekat adalah Kedaulatan Rakyat (KR) yang terbit di Yogyakarta, itupun kala itu distribusinya hanya sampai tingkat kecamatan Prambanan, praktis hampir seluruh penduduk di kelurahan Kokosan tidak tersentuh informasi dari media. Hanya informasi yang sangat penting dan skalanya besar yang bisa sampai ke telinga penduduk kelurahan kokosan, yang umumnya penularannya lewat interaksi social di pasar pasar atau tempat umum lain melalui cara getok tular dari mulut ke mulut.

Pak Mardi kebetulan berasal dari keluarga terpelajar, orang tuanya dan beberapa saudaranya juga berprofesi sebagai guru, dimana guru kala itu merupakan pekerjaan yang cukup bergengsi,guru dipandang sebagai orang yang harus serba tahu, dan kepadanyalah tempat orang bertanya. Untuk memenuhi kebutuhan informasi tersebut, maka dirumah Pak Mardi juga sudah memiliki televisi, radio transistor dan sudah berlangganan surat kabar. Keprihatinanya terhadap sekolah dimana ia mengajar diwujudkan dengan tekad dan semangat yang tinggi, agar murid muridnya tidak tertinggal dengan teman teman dari sekolah lain. Setiap hari Pak Mardi mencatat berita apa saja yang dianggap penting dan sebaiknya diketahui oleh murid muridnya, baik berita dari Televisi , berita dari RRI Nusantara Dua ataupun membuat ringkasan dari surat kabar.

Setibanya di kelas esuk paginya, hal pertama yang ia lakukan adalah menulis di papan tulis inti sari dari ilmu pengetahuan umum yang ia sarikan dari beberapa media tadi, para murid harus mencatat dan sewaktu waktu Pak Mardi akan ngetest dengan berbagai pertanyaan secara spontan, misalnya siapa orang pertama yang mendarat di bulan ? siapa penemu mesin uap ? Siapa juara All England ? singkatan apakah REPELITA ? Apa nama satelit Rusia yang berhasil mengelilingi bulan ? singkatan apakah NATO ? dan banyak lagi, terutama yang kala itu banyak diberitakan di media. Rupanya yang mencatat informasi ini bukan hanya para muridnya Pak Mardi, melainkan juga para Guru yang lain, dan oleh para guru tersebut ditularkan ke murid muridnya untuk menambah ilmu pengetahuan mereka.

Akhirnya waktu ujian akhir Sekolah Dasar pun tiba, waktu itu alangkah deg degan dan kawatirnya murid murid menghadapi ujian ini, apalagi lokasi ujian di sekolah lain yang ada di kota kecamatandan tentu sangat asing bagi para peserta ujian. Duduknyapun bersebelahan dengan murid dari sekolah lain, yang tentu diantara kita tidak saling mengenal, celakanya lagi guru pengawas ujianpun kita sama sekali tidak mengenal, paling sekali sekali guru kita terlihat sekelebatan. Itu semua menambah tegang suasana ruang ujian yang baru pertama kali dialami seorang murid Sekolah Dasar. Namun ketegangan mulai mencair,karena ketika membaca soal ujian Ilmu pengetahuan Umum, hampir 80% ilmu pengetahuan yang di sarikan oleh Pak Mardi keluar di soal ujian tersebut.

Seandainya banyak guru yang mempunyai tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi seperti Pak Mardi, terutama guru yang saat ini ditugaskan di daerah pedalaman, tentu kesenjangan pendidikan di kota besar, kota kecil dan di pedalaman akan dipersempit, perbedaan kualitas pendidikan di kota besar dan di pedalaman tentu tidak akan sangat menyolok.Dengan demikian kualitas SDM di Indonesia baik yang berasal dari kota besar maupun dari kota kecil di pedalaman pada akhirnya akan merata. Jika kemampuan SDM sudah merata, maka penyebaran sentra sentra industry dan pusat bisnis kedaerah tidak perlu diragukan lagi, kegiatan ekonomi tidak harus bertumpuk di kota besar saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline