Lihat ke Halaman Asli

Mr. Luke

omnivora sejati

Saya "Benci" Liburan Panjang

Diperbarui: 11 Agustus 2015   20:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Terpampang di kalender: 27 July 2015. Fiuuhh... saya menghembuskan nafas kuat kuat pertanda lega..

Lega? Ya lega! Karena libur lebaran sudah usai dan kini kembali waktunya bekerja dan berusaha lagi. Tiap tahun memang saya agak “tersiksa” dengan libur lebaran begini jadi setelah liburan saya merasa betapa leganya.. saya yakin banyak orang merasa aneh, koq libur malah tersiksa? Workaholic? Oh, tidak koq.. saya type orang yang “malas” bekerja. He..he..he..

 Bagi saya, libur lebaran yang panjang adalah libur yang paling tidak efektif karena hanya menghabiskan waktu dan biaya. Beberapa contoh misalnya:

Pengeluaran membengkak besar.

     Berhubung saya bukan boss besar (baca: belum! :)) yang nggak pake mikir untuk mengeluarkan duit, maka tiap pengeluaran harus diperhitungkan supaya sekeluarga nggak merana. Libur panjang menjadikan banyak pengeluaran tak terduga yang menguras dompet. Mulai dari naiknya bahan bahan pokok, bagi bagi kue lebaran, bagi bagi THR (baik yang resmi maupun yang tidak resmi), dan pengeluaran selama liburan pasti membengkak karena nyaris semua toko, bengkel, pasar, kantor tutup sehingga untuk mencari satu barang/jasa bisa muter muter itupun kalau dapat biasanya kena harga yang “spesial”. Bayangkan, sehari menjelang lebaran, tarif nyuci mobil di tempat yang masih buka tarifnya naik 150%, alasannya karena karyawan mereka minta tambahan karena mereka harus lembur disaat mereka harusnya libur.. itupun harus ngantri 15 mobil!

 

Semua libur, terus mau ngapain?

     Karena umumnya semua toko, kantor pemerintahan/swasta, bank, tukang, pembantu, bengkel tutup sehingga, waktu liburan yang seharusnya bisa diisi dengan hal hal yang tidak bisa saya lakukan karena jam kerja kantor, malah menjadi nganggur alias makan-tidur-jalan-jalan doang. Liburan yang lain saya masih bisa melakukan reparasi mobil, ngecat tembok rumah, memperbaiki pompa air, renovasi taman di halaman, dsb. karena masih banyak toko yang buka dan ada tukang yang bisa membantu. Saya pernah mensiasati dengan belanja keperluan kegiatan liburan itu sebelum toko-toko pada tutup, tapi ternyata masih ada saja material/part yang kelewatan. Nah, kalau sudah gitu malah jadi berantakan (bisa bayangin khan keselnya pas motor sudah dibongkar, eh, ada part yang harus ganti tapi nggak bisa beli karena nggak ada toko sparepart yang buka)

     Pilihan lainnya adalah mudik, tentu konsekwensi ada pengeluaran tambahan yang pasti nggak sedikit. Mulai dari bensin yang lebih boros dari biasanya gara gara macet sepanjang jalur mudik, atau urusan perut yang mestinya murah tapi bisa menjadi mahal karena banyak depot/resto yang tutup juga.

     Libur ketempat wisata? Paling malas kalau pas liburan panjang gini ke tempat wisata karena tidak bisa menikmati fasilitas liburan dengan enak, dimana mana penuh. Tempat wisata yang seharusnya bisa dinikmati keindahannya jadi penuh orang dan sampah. Mudik atau wisata sebenarnya jauh lebih murah ketika dilakukan pada hari hari biasa yang nggak macet dan banyak pilihan urusan perut. Mudik untuk silaturahmi itu penting tapi supaya beaya tidak besar, jauh lebih murah dilakukan diluar liburan.

Tahun ini karena bersamaan dengan liburan sekolah anak anak, saya mencoba menghabiskan liburan dengan mudik. Sedih rasanya kalau melihat THR dari perusahaan tempat saya bekerja ludes dalam hitungan hari!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline