Lihat ke Halaman Asli

Belajar Hidup dari Seorang Laki-laki Penghuni Surga

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1384390717309192619

Ini adalah sebuah kisah yang sangat indah, tentang seorang laki-laki sederhana yang dinyatakan Rosulullah saw bahwa dia adalah seorang penghuni surga. Padahal dia tidak seperti sahabat Rosulullah saw kebanyakannya. Tidak ada amal ibadah yang istimewa yang ia lakukan. Ibadahnya sederhana, tapi di balik kesederhanaannya itu, dia memiliki sesuatu yang sangat spesial, sehingga dengan hal tersebutlah dia dinyatakan oleh Rosulullah sebagai laki-laki penghuni surga.

Dan kisah ini memberikan pelajaran berharga untuk kita, bagaimana seharusnya kita menjadi manusia yang berada di dalam kemajemukan tatanan hidup sosial. Kisah ini mengajari kita arti, bagaimana seharusnya kita berinteraksi dengan sesama. Terlebih lagi di era modernisasi dan kemajuan teknologi yang kian hari semakin melesat tinggi. Agar nilai kemanusiaan kita tidak hilang diregus arus modernisasi.

Seperti apa kisahnya? Mari kita simak dengan sekasama.

***

Kisah ini didongengkan oleh seorang sahabat Rosulullah saw yang tak asing lagi di telinga kita, dia adalah sahabat Anas bin Malik ra. Seraya berkata;

“Suatu hari, kami duduk bersama Rosulullah saw. Tiba-tiba Rosulullah saw bersabda,

“Sebentar lagi akan datang seorang laki-laki penghuni surga.”

Tidak lama kemudian, muncul seorang laki-lakidari kaum Anshar yang jenggotnya basah dengan air wudhu sambil tangan kirinya menenteng sendalnya.

Ketika esok hari tiba, Rosulullah saw bersabda kembali,

“Sebentar lagi akan datang seorang laki-laki penghuni surga”.

Tidak lama kemudian, muncul laki-laki kemarin persis dalam kondisi sebelumnya. Jenggotnya basah dengan air wudhu dan tangan kirinya menenteng sandal.

Pada hari ketiga, Rosulullah saw bersabda seperti dua hari sebelumnya, dan yang muncul adalah laki-laki itu.

Begitu Rosulullah saw bangun dari tempat duduknya, Abdullah bin Umar (atau sering disebut dengan Ibnu Umar) kemudian membuntuti laki-laki tersebut.

Ketika sampai ke rumahnya, Ibnu Umar berkata,

“Saya sekarang sedang berselisih dengan ayah saya dan saya bersumpah tidak akan menemuinya selama tiga hari. Bagaimana seandainya saya numpang selama tiga hari di rumahmu?”

Laki-laki itu menjawab, “Ya, silahkan.”

Kemudian sahabat Anas bin Malik melanjutkan kisahnya.

Ibnu Umar bertutur bahwasannya ia menginap di rumah laki-laki tersebut selama tiga hari, akan tetapi ia tidak pernah melihatnya bangun malam untuk shalat, hanya saja setiap kali ia bangun dari tidurnya, dia selalu menyebut nama Allah dan bertakbir sampai waktu Shubuh tiba. Demikian juga, saya tidak pernah mendengar perkataannya kecuali perkataan yang baik.

Ketika waktu tiga hari sudah berlalu dan hampir saja saya meremehkan amal perbuatannya, saya bertanya kepadanya, “Wahai hamba Allah, sebenarnya saya tidak sedang berselisih dengan ayah saya, juga tidak karena saya minggat dari rumah. Hanya saja, saya mendengar Rosulullah saw bersabda sebanyak tiga kali, “Sebentar lagi akan datang seorang laki-laki penghuni surga” lalu yang muncul adalah kamu.

Karena itu, saya kemudian penasaran dan berniat untuk menginap bersamamu dengan tujuan ingin melihat amal apa yang kamu perbuat sehingga saya dapat mengikutinya. Akan tetapi, saya tidak pernah melihatmu melakukan suatu perbuatan yang istimewa. Kira-kira apa yang kamu lakukan sehingga Rosulullah saw berkata seperti itu?” Tanya Ibnu Umar.

Laki-laki itu menjawab, "Tidak ada amal ibadah yang istimewa dari saya selain apa yang telah Tuan perhatikan dan saksikan sendiri. Itulah perbuatan sehari-hari saya."

Ketika Ibnu Umar hendak beranjak pergi meninggalkannya, laki-laki itu pun memanggilnya sambil berkata,

“Perbuatan saya adalah apa yang Tuan saksikan, hanya saja saya tidak pernah menipu, khianat kepada seorang pun dari kaum muslim, juga saya tidak pernah iri hati, dengki kepada orang lain atas nikmat dan karunia yang telah Allah berikan kepadanya.”

Abdullah bin Umar pun berkata, “Inilah yang menyebabkan anda menjadi penghuni surga.”

(HR. Ahmad, Muslim dan Nasa'i)

***

Betapa hebatnya pribadi seorang laki-laki sederhana yang dinyatakan Nabi saw sebagai penghuni surga ini. Ternyata itulah sebabnya kenapa dia akan masuk surga.

Ya, tentunya kita tidak boleh menipu orang lain. Apalagi saya, anda dan kita adalah seorang muslim. Apakah pantas seorang muslim menipu saudaranya? Tentu sangat tidak pantas sekali. Karena menipu adalah perbuatan yang zhalim. Dan Allah sangatlah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kezhaliman.

Siapa pun kita, baik masyarakat biasa, seorang guru, seorang pelajar, mahasiswa, dokter, dosen, pedagang, pembeli atau siapa lah, tidak pantas menipu yang lainnya. Apalagi seorang pemimpin, tentunya dia tidak pantas untuk menipu rakyatnya. Katanya, sebelum terpilih menjadi pemimpin, dia akan mensejahterakan rakyat. Berjanji ini dan itu. Toh, setelah dia menduduki kursi kekuasaan, dia lupa akan janji manisnya. Kemudian, malah menipu rakyatnya. Akhirnya, rakyat pun sengsara. Sementara kursi kekuasaannya menjadi lahan basah untuk meraup semua kerugiannya di pemilihan umum -(alias korupsi)-. Itulah pemimpin penipu yang nanti akan mendapatkan kemurkaan dari Allah.

Dia bukan hanya telah menipu, tapi juga telah berkhianat terhadap amanat yang diembannya. Maka orang-orang seperti itu tentunya adalah gambaran pribadi yang tidak patut untuk dijadikan teladan.

Menipu, artinya dia selalu berkata bohong. Dan khianat artinya dia telah ingkar terhadap janji-janji dan amanat yang dipikulnya. Itulah orang-orang munafik yang dimurkai oleh Allah. Sedangkan tempat kembalinya orang-orang munafik kelak di hari akhir adalah kerak api neraka.

Dan, satu hal lagi, dalam hidup di kehidupan, kita tidak boleh memiliki rasa dengki terhadap orang lain. Tidak boleh ada sedikit pun rasa iri di dalam hati terhadap kenikmatan dan kebahagiaan orang lain. Karena dengki itu seperti api yang melahap habis kayu bakar, dia akan menggerogoti kebaikan demi kebaikan yang telah kita lakukan, hingga akhirnya tidak ada sedikit pun kebaikan yang kita miliki. Tak boleh ada rasa dengki di dalam sanubari. Karena ketika kita mengusir jauh-jauh semua kedengkian dari hati, maka ketentraman hidup akan kita rasakan.

Bukankah Iblis diusir dari surga karena kedengkiannya terhadap nabi Adam? Ya, karena kedengkiannya, Iblis pun menjadi takabbur, sombong dan besar kepala, Iblis merasa seolah-olah dirinya lebih baik daripada Adam karena dia tercipta dari percikan api, sementara nabi Adam dicipta dari tanah. Hingga Iblis tidak mau menuruti perintah Allah, tatkala ia disuruh bersujud kepada nabi Adam. Akhirnya, Iblis pun distempel oleh Allah sebagai makhluk terlaknat. Dan dia bersumpah kepada Allah, akan mewariskan segala kedengkiannya kepada anak cucu Adam, agar manusia menjadi temannya di neraka. Kita semua berlindung kepada Allah dari bisikannya yang terlaknat.

Maka, dari kisah yang indah ini kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran yang sangat berarti. Bahwa, dalam hidup di kehidupan, kita harus memiliki pribadi yang bernilai, pribadi yang mulia, jujur, amanah serta penuh manfaat. Tanpa ada kedengkian kepada sesama, karena Allah menciptakan kita untuk saling bergandengan tangan demi terciptanya kedamaian.

Kita seharusnya belajar dari cerita ini, kisah seorang laki-laki sederhana yang dinyatakan Rosulullah saw sebagai seorang laki-laki PENGHUNI SURGA.

***

Semoga tulisan ini bermanfaat dan memberi inspirasi.

[caption id="attachment_277896" align="aligncenter" width="300" caption="Bil-Qur"][/caption]

[Di depan layar Imaji. Cairo, 14/11/2013]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline