Lihat ke Halaman Asli

Akhmad Sujadi

Enterpreneur

Subsidi KRL Berkeadilan Siapa Diuntungkan?

Diperbarui: 17 Februari 2018   09:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: kompas.com

Subsidi pemerintah terhadap penumpang kereta rel listrik  (KRL) masih diberikan secara flat,  dan semua penumpang kaya miskin menerima subsidi. Pemerintah sudah hampir selama 5 tahun mensubsidi penumpang KRL secara menyeluruh ke semua pengguna sejak diberlakukan tarif progresif  KRL pada 1 Juli 2013. Setelah 5 tahun, PT. KCI mewacanakan agar subsidi diterapkan secara adil, dibedakan antara yang mampu dan yang belum mampu secara ekonomi.

Direktur Teknik  Sarana PT. KCI Fredi Firmansyah mengatakan pihaknya ingin pemberian subsidi Public  Service Obligation (PSO) atau subsidi tepat sasaran. Dengan itu pihaknya berencana merombak tarif subsidi.

"Kami mengusulkan supaya PSO itu tepat sasaran. PSO  itu langsung diberikan ke orang bukan ke KCI itu nanti tepat sasaran," katanya usai Seminar Masyarakat Transportasi Indonesia di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Kamis (15/2).--(detikom).

Rencana perombakan tarif oleh PT. KCI wajar. Sejarah KRL Jabodetabek  yang kini menjadi KRL Indonesia karena perluasan layanan tidak hanya Jabodetabek ini cukup pelik. Pelayanan KRL yang diawali kedatangan KRL ekonomi dari Jepang sebanyak 16 gerbong KRL ekonnomi pada 1976 itu, pelayanan terus tumbuh. Sangat terasa pada tahun 2000, saat itu Divisi Jabotabek menerima 72 unit KRL AC bekas dari Jepang dijadikan KRL Ekpres Pakuan dengan tarif non subsidi.

Meskipun tarifnya jauh diatas penumpang KRL ekonomi saat itu KRL Pakuan Ekpres, Bekasi Ekspres, Serpong Ekspres dan Benteng Ekspres mendapat tempat dihati pengguna angkutan masal perkotaan tercepat itu. Tarif bagi pengguna KRL ekspres yang saat itu layananya lebih unggul tidak dipersoalkan karena layanan cepat dan nyaman.

Pelayanan berikutnya dibawah KRL ekspres saat itu ada pula KRL AC ekonomi, bedanya sama-sama ber-AC namun tempat pemberhentian di setiap stasiun menjadi pembeda dengan KRL ekspres. Kehadiran KRL AC ekonomi memunculkan adanya tiga tarif dengan tiga pelayanan KRL berbeda, yaitu tarif ekonomi dengan subsidi, tarif AC ekonomi dan ekpres tanpa subsidi.

Perkembangan layanan KRL Jabodetabek terus tumbuh  makin modern dan makin berkembang yang belum maju hanya masih menggunakan KRL bekas. Sistem tiket elektronik, sterilisasi stasiun, peggantian KRL ekonomi dengan rangkaian KRL ber-AC telah merubah tatatan pelayanan. Atas berbagai pertimbangan, kelas KRL disamakan, semua ber-AC, semua berhenti di setiap stasiun dan tarifnya pun dirombak. Perubahan ini pernah diprotes penumpang  KRL ekpres. Mereka protes karena kenyamanan, ketepatan perjalanan, tarif dan pelayanannya diturunkan.

Protes itu tidak menyurutkan PT. KCI dan pemerintah sebagai pemberi subsidi untuk tetap menerapkan aturan baru. Sejak 1 Juli 2013,  tarif progresif  dan sistem operasi semua KRL ber-AC dan seluruh perjalanan berhenti di setiap stasiun.  Dengan perubahan pelayanan ini, volume peumpang terus tumbuh dan telah mencapai hampir 1,2 juta orang sesuai target pemerintah.

KRL masih menjadi idola pengguna transportasi massal ibu kota dan sekitarnya, bahkan hingga ke Rangkas Bitung, Cikarang dan Bandara Soekarno-Hatta. Bertambahnya jangkuan pelayanan mendorong kereta swasta yang merupakan anak perusahaan PT. KAI ini mengubah bentuk perusahaan dari PT. KCJ yang wilayahnya hanya Jabodetabek menjadi  PT. KCI dengan jangkauan wilayah seluruh Indonesia.

Tingginya pengguna KRL karena cepat dan tarifnya murah karena  yang dibayar pengguna sebagian masih disubsidi pemerintah. Subsidi yang dibayar pemerintah masih 55 %, sedangkan pengguna masih membayar 45 %. Saat ini subsidi diberikan merata kepada seluruh pengguna, baik itu direktur, manager, hingga OB serta kuli panggul di pasar Tanah Abang sama-sama menerima subsidi, hal ini tentu tidak adil.

Bedakan dengan subsidi pangan, pendidikan dan kesehatan yang diterima warga kurang beruntung, mereka menerima Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS). Agar subsidi tepat sasaran, pengguna KRL harus dipilah, pengguna mampu dan tidak mampu. Pengguna mampu tidak perlu disubsidi, mereka harus bayar tarif sesuai harga non subsidi. Sedangkan pengguna kurang mampu perlu didata, dikasih subsidi pemerintah melalui Kementerian Sosial.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline