Daerah perbatasan di masa lalu identik dengan kesedihan, keterbelakangan, ketertinggalan dan berbagai cerita nestapa di negeri ini. Kesenjangan dengan negeri tetangga sering kali mengusik nurani warga di perbatasan. Namun daerah perbasan kini mulai bersolek, menata diri untuk tampil cantik dan mengimbangi, bahkan menggoda negara tetangga. Pemerintahan Presiden Jokowi dengan Nawacita membangun Indonesia dari pinggiran, berhasil memberikan asa bagi warga Indonesia di perbatasan.
Daerah pinggiran sebelumnya jarang didatangi pejabat negara setingkat menteri, apalagi presiden. Kini di era Jokowi para pejabat negara tak segan mendatangi warga di perbatasan, pulau terluar berbatasan dengan negara tetangga. Kehadiran menteri di perbatasan negeri bukan tabu lagi, bahkan anggota DPR juga ikut hadir dan untuk menemui rakyatnya di perbatasan. Dengan datang, menyaksikan saudara kita di perbatasan, terkuak permasalahan yang harus diselesaikan dan potensi untuk membangun Indonesia yang lebih baik.
Disparitas harga bahan pokok, keterbatasan infrastruktur yang membikin senjang antar wilayah, sinyal telepon yang langka diatasi pemerintah melalui berbagai program terobosan seluruh kementerian dalam membangun negeri. Langkah sinergi BUMN berhasil menurunkan harga semen di Puncak Jaya, Papua dari Rp 2 juta menjadi Rp 500 ribu per zak untuk kemasan 50 kg pada HUT RI ke-72 tahun. Harga barang di Pegunungan Papua mahal karena ketersediaan infrastruktur jalan belum terbangun. Sehingga akses dan transportasi dari Timika ke Wamena hanya dapat dijangkau pesawat udara.
Kesenjangan di daerah terluar menjadikan daerah-daerah perbatasan penduduknya lebih sedikit dibanding daerah barat dan tengah Indonesia. Pembangunan Jawa sentris yang penduduknya berlimpah di masa lalu dirubah oleh Jokowi dengan membangun Indonesia sentries. Daerah perbatasan dan daerah timur Indonesia mendapat perhatian khusus dalam pembangunan. Pulau-pulau terluar dibangun Bandara perintis. Bandara perintis diperpanjang landasan pacunya, terminalnya dibikin modern sehingga pesawat berbadan lebih gemuk dengan penumpang lebih banyak dapat akses ke perbatasan.
Transportasi laut sangat vital. Transportasi penghubung antar pulau ini juga tak luput dari perhatian pemerintah. Pelabuhan dibangun dan dikembangkan sehingga kapal-kapal besar dapat sandar untuk naik turun penumpang dan muat bongkar barang. Untuk memenuhi kebutuhan pokok dan barang penting untuk mendorong pembangunan, pemerintah melalui BUMN Transportasi laut mengoperasikan kapal Tol Laut agar ketersediaan bahan pokok terjangkau warga.
Pembangunan Trans Papua, merupakan langkah fenomenal di pulau paling Timur Indonesia. Dalam beberapa tahun ke depan Papua akan sejajar dengan Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi yang sudah lebih maju. Kesenjangan pembangunan di masa lalu telah menimbulkan urbanisasi. Selain urbanisasi juga terjadi transmigrasi warga bukan dari Jawa ke luar Jawa, namun sebaliknya dari seluruh penjuru Nusantara ke Ibu Kota, Jakarta.
Pulau Jawa dengan kontur tanah yang subur, varian pegunungan, laut, lembah, sungai dan danau membuat Pulau Jawa dapat ditanami dan menghasilkan padi, jagung, sayur mayur, bahan bangunan berupa batu kali, pasir, sirtu tinggal ambil di sungai, semua mudah didapatkan di Pulau Jawa ini. Maka tak heran bila pabrik-pabrik hampir semua terpusat di Jawa, khususnya di Jabodetabek. Maka wajar pula bila Pulau Jawa, khususnya Jabodetabek didatangi warga Indonesia dari segala penjuru di tanah air untuk mengadu nasib dan mengais rezeki di ibu kota.
Mencari peruntungan di Ibu kota dan kota-kota penyangganya jauh lebih mudah dibanding bertani atau beternak diderah sendiri di kampung yang umumnya serba terbatas. Apalagi di luar Jawa yang infrastrukturnya tertinggal dibandingkan di Jawa, maka tak dapat ditolak ketika pemudanya pergi ke Jawa, sehingga Pulau Jawa dihuni hampir 60 % penduduk Indonesia yang jumlahnya sekitar 254 juta jiwa.
Sangat berbeda dengan di Jawa, Sumatera, Sulawesi Selatan yang pernah saya kunjungi, di Pulau Moa dan Pulau Kisar Kabupaten Kepulaun Maluku Barat Daya (MBD) Provinsi Maluku yang berbatasan langsung dengan Timor Leste ini tanahnya lebih banyak dari batu karang, namun demikian rerumputan tumbuh subur di atas batu-batu karang. Tidak mudah mencari dan menemukan sumber air, tidak ada sungai besar, dan tak mudah pula bercocok tanam sehingga pulau ini tidak mengahasilkan padi, jagung, sayur mayur, dan berbagai tanaman bumbu dapur.
Kebutuhan beras, minyak goreng, dan aneka kebutuhan dapur harus didatangkan dari luar pulau. Beruntung sekarang ada Tol Laut yang digagas Presiden Jokowi, dilaksanakan oleh Kemenhub dan ditugaskan kepada PT. PELNI (Persero) sebagai operator transportasi laut yang singgah di Pulau Moa dan Kisar. Tol Laut dari Surabaya ini memasok kebutuhan bahan pokok dan barang penting dengan harga tidak jauh berbeda dengan di Jawa, sebelumnya terjadi disparitas harga cukup tinggi di wilayah Kabupaten MBD ini.
Pulau Moa dan Pulau Kisar merupakan dua pulau terbesar dari 117 pulau di wilayah Kabupaten MBD. Dari 117 pulau di wilayah Kabupaten MBD hanya 17 pulau yang dihuni, termasuk pulau Masela yang kaya gas alam. Blok Masela ada di Kecamatan Masela yang masuk dalam wilayah Kabupaten MBD.