Pemerintahan Presiden Jokowi-JK dengan nawa citanya terus berusaha membenahi wilayah perbatasan, baik perbatasan di darat yang bersentuhan langsung dengan negara tetangga, maupun perbatasan laut dan pulau-pulau terluar terus dibenahi dengan pembangunan beberapa Bandara dan jalan raya. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan merubah wajah belakang atau dapur menjadi wajah depan atau teras negara akan merubah wajah Indonesia di perbatasan negeri.
Pembangunan daerah pinggiran atau perbatasan mulai menuai hasil. Pulau-pulau terluar yang semula jauh dari harapan kini mulai dibangun Bandara, jalan raya, dan jaringan internet serta telepon, hal ini mempercantik dan meningkatkan konektivitas wilayah perbatasan. Warga yang tinggal di perbatasan, kini bukan hanya ditugasi menjaga setiap jengkal wilayah nusantara, namun mereka mulai merasakan nikmatinya pembangunan seperti dirasakan warga Indonesia di Indonesia Barat, khususnya Jawa yang semuanya serba mudah diperoleh.
Sejak bergabung dengan PT. PELNI (Persero) BUMN Transportasi laut tempat saya mengabdi dan mendapatkan nafkah, saya berkesempatan ke beberapa pulau terluar dan daerah-daerah yang sebelumnya hanya dilihat di peta Indonesia. Mendapat kesempatan ke Pulau Natuna, Tarempa di Kabupaten Anambas kepulauan Riau. Pulau Siau, Tahuna, Lirung, Keratung dekat Miangas di Sulawesi Utara. Miangas merupakan pulau terluar di wilayah timur laut negeri ini yang berbatasan laut sekitar 70 km dengan Filipina.
Wakatobi, Raja Ampat, Baubau, Ambon, Banda Niera, hingga ke Tual, Kabupaten Maluku Tenggara yang berbatasan laut dengan Australia. Tak ketinggalan ke Pulau Selayar, Sulawesi Selatan untuk snorkeling dan diving di Takabonerate. Awal bulan Agustus ini, berkesempatan ke Pulau Moa dan Kisar , Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku. Pulau Kisar dan Moa merupakan pulau terluar dan berbatasan laut dengan Timor Leste.
Di perbatasan negeri, pemerintah tidak hanya membangun jalan, yang lebih terasa pembangunan dan pengembangan Bandara perintis di perbatasan negeri. Pulau Miangas, pulau paling utara, timur laut Indonesia yang hanya berjarak 70 km ke Filipina semula daerah terisolir, kini telah dibangun Bandara. Meskipun penduduknya sedikit, pembangunan Bandara Miangas memiliki arti penting dan strategis. Sebelumnya hanya kapal-kapal PELNI yang menyambangi Pulau Miangas. Meskipun penumpang dari dan ke Miangas kurang dari 10 orang, kapal PELNI terus hadir menghubungkan Nusantara menyatukan Indonesia.
Pembangunan Bandara di pulau-pulau terluar telah membuka konektivitas antar wilayah melalui jalur udara semakin mudah dan cepat. Hanya hitungan jam orang sudah dapat berpindah dari satu titik ke titik lainya untuk menjelajah perbatasan negeri. Beda dengan kapal laut yang memerlukan waktu berhari-hari untuk mencapai pulau terluar. Meskipun dari segi waktu cukup lama, kapal laut tidak dapat dihentikan operasinya karena barang-barang kebutuhan masyarakat dalam jumlah besar tidak dapat diangkut pesawat. Karena itu perlu dipadukan antara koneksi udara, darat dan laut dalam layanan transportasi ke wilayah perbatasan.
Pulau-pulau di perbatasan memiliki keindahan alam pantai, bawah laut, kuliner khusunya ikan dan budaya yang belum pernaha disaksikan warga di luar wilayahnya. Potensi budaya juga dapat dikembangkan dan dikemas dalam paket wisata perbatasan. Koneksi transportasi udara diharapkan mendorong wisatawan dari dalam negeri dan manca negara untuk datang ke wilayah perbatasan. Di pulau perbatasan perlu disiapkan paket-paket wisata keliling pulau dengan kapal laut, dan wisata keliling pulau dengan transportasi darat. Untuk wisata bahari, PT. PELNI (Persero) sebagai BUMN Transportasi laut yang saat ini menggeluti usaha wisata bahari dapat berperan aktif dalam penyediaan kapal laut serta mengemas paket wisata perbatasan.
Wisata perbatasn negeri bukan sekedar mendatangkan orang, khususnya dari Jawa dengan penduduk terbanyak, namun wisata perbatasan akan mendorong kemajuan ekonomi wilayah perbatasan. Melalui wisata perbatasan, penduduk asli di perbatasan dapat meningkat perekonomianya, mereka dapat menyewakan rumah untuk menginap wisatawan, memasak untuk para tamu, menampilkan budaya asli dan berbagai aktivitas ekonomi lainnya . Melalui wisata perbatasan, warga Indonesia dapat mengenal wilayahnya. Pasukan TNI penjaga perbatasan juga tidak sendiri lagi, namun banyak teman sesama warga yang datang menemani mereka bertugas.
Wisata perbatasan harus mulai diperkenalkan, dikampanyekan agar warga Indonesia sadar, masih banyak potensi wisata dalam negeri menjanjikan yang dapat dikunjungi. Kementerian Pariwisata, Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN dan Kementerian Kominfo dapat bersinergi meningkatkan infrastruktur wisata di daerah perbatasan. Pelaku jasa transportasi dan wisata dapat mengemas paket-paket wisata perbatasan negeri. Misalnya rute segi tiga Jakarta/Surabaya-Miangas-Rote. Dengan paket-paket menarik wisata perbatasan akan banyak dikunjungi orang.
Para traveler dari kelas backpacker hingga kelas atas tentu ingin berkunjung ke perbatasan negeri. Wisata ke perbatasan negeri dapat dikemas misalnya berangkat Jumat kembali ahad (PJKA) dengan menggabungkan beberapa rute menarik, misalnya Jayapura (Papua)-Miangas-Rote-Jakarta, waktunya cukup untuk sekedar menginjakkan kaki di perbatasan negeri, namun bila ingin tinggal lebih lama, bisa ambil paket seminggu dan seterusnya. Para wali kota/bupati di perbatasan dapat mengeluarkan sertifikat kunjungan wisatawan sebagai bukti pernah menginjakkan kaki di perbatsan. Wali Kota Sabang telah mengeluarkan sertifikat kunjungan ke titik nol, Indonesia barat, bisa menjadi contoh.
Wisata ke perbatasan menjadi potensi bagi negeri ini untuk meningkatan pergerakan wisata wan dalam negeri dan menggerakkan perekonomian wilayah. Pembangunan perbatasan berpotensi meningkat perekekonimian, karena itu langkah Presiden Jokowi perlu diapresiasi. Apresiasi kepada pemerintah bukan hanya diucapkan, namun perlu langkah nyata setiap pelaku ekonomi dengan mengemas wisata perbatasan. Wisata perbatasan dapat menjaga dan merawat Indonesia di wilayah terluar secara mandiri, ke depan mungkin wilayah perbatasan dapat hidup tanpa subsidi seiring banyaknya wisatawan mengunjungi wilayah perbatasan. ***