Lebaran 1438 H segera tiba. Budaya mudik di Jawa menjadikan pekerjaan besar jajaran pemerintah pusat dan daerah. Masalah mudik pada mobilisasi orang dalam jumlah besar dan bersamaan, sehingga transportasi menjadi masalah krusial. Pemerintah pun sibuk mempersiapkan berbagai langkah strategis agar hajat nasional itu bisa berjalan dengan aman, lancar dan nyaman.
Angkutan lebaran menjadi hajat rutin tahunan untuk melayani warga yang akan mudik di kampung halaman. Para urban di kota besar khususnya Jakarta, Bandung dan kota-kota besar lainnya ingin bersilaturahmi dengan orang tua, sanak famili dan rekan-rekannya di kampung. Mudik telah membudaya sekian lama bagi bangsa Indonesia.
Kemajuan teknologi telah memudahkan, mendekatkan dan memperpendek jarak komunikasi anatar individu. Dengan makin dekatnya jarak karena teknologi dan infrastruktur transportasi di Jawa, mungkinkah lebaran tidak lagi tradisi? Mungkinkah budaya lebaran dapat dihilangkan? Atau diganti dengan lebaran digital? Suatu saat pasti akan terjadi, karena generasi terus berganti.
Soal transportasi mudik bukan urusan mudah karena berbagai moda dipergunakan pemudik. Moda kereta api, pesawat, bus, kapal laut, mobil pribadi, sepeda motor dan bahkan ada juga bajaj. Sepeda motor menjadi pilihan kaum urban, hal ini menimbulkan keruwetan sepanjang perjalanan dan menjadi penyumbang angka kecelakaan lalu lintas mudik.
Dari sekian banyak moda angkutan mudik, angkutan udara cukup terlayani. Demikian pula angkutan kereta api dan bus. Yang krusial justru mobil pribadi dan sepeda motor menjadi pemicu kemacetan lalu lintas dan kecelakaan. Karena itu pemerintah menyediakan bus, truk, KA, kapal laut untuk mengangkut pemudik sepeda motor secara gratis sebagai solusi mengurangi kecelakaan. Sayang pemerintah tidak sekalian melarang sepeda motor untuk mudik.
Karena kebutuhan transportasi mudik demikian besar dan bersamaan, kesiapan infrastruktur jalan, rambu-rambu bahkan pasar tumpah menjadi perhatian pemerintah. Keberadaan jalan tol Trans Jawa yang masih belum tersambung di beberapa wilayah malah menjadi biang kerok kemacetan lalu lintas. Tahun 2016. Tol Brebes Timur yang dikenal dengan Brexit menjadi penyebab utama kemacetan parah yang berakibat beberapa pemudik meninggal dunia.
Tahun ini jalan tol sudah menyambung ke Pemalang, tentu pemerintah tidak ingin kejadian tahun lalu terulang kembali, karena itu langkah mengurangi pengguna jalan raya di Pantura, Tol Cipali dan lainnya dikurangi dengan mengerahkan kapal laut untuk mengangkut sepeda motor dan pemudiknya ke Semarang. Harapanya dengan penggunaan angkutan laut, jalan darat sedikit berkurang.
Budaya mudik sulit dihilangkan. Meskipun teknologi komunikasi, transportasi kereta api dan jalan tol telah memudahkan, memperpendek jarak dan mempercepat warga Jakarta kembali ke kampung halaman di Jawa Tengah dan Jawa Timur makin mudah, orang tetap berbondong-bondong pulang kampung saat lebaran. Hal ini terbukti dari perburuan tiket kereta untuk mudik 3 bulan sebelum berangkat telah ludes.
Transportasi kereta api (KA) menjadi tulang punggung angkutan darat. Bertahun-tahun angkutan di atas jalan rel ini melayani ribuan warga yang mudik ke kampung halaman. Namun kereta api memiliki keterbatasan kapasitas. Pada masa lalu sebelum tahun 2010, pemandangan ketidaktertiban angkutan massal ini menjadi biasa. Penumpang berjubel hingga meluber ke kabin lokomotif, disambungan, bahkan pernah pula ada yang di atap kereta.
Setelah sekian tahun berakrobat dengan pelayanan angkutan lebaran yang karut marut, angkutan KA telah berubah menjadi angkutan umum yang tertib, aman, nyaman dan menjadi pilihan utama pemudik. Melalui revolusi pelayanan KA, lebaran yang dulu selalu heboh, kini telah tertib. Berbagai kebijakan KAI dalam mengatur kapasitas peron, kereta dengan sistim yang permanen telah berbuah manis. Penumpang terlayani manusiawi.
Masa revolusi pelayanan angkutan lebaran dengan KA dilakukan bertahap sejak 2009. Dirut PT. KAI saat itu Ignasius Jonan, belum dapat berbuat banyak melakukan perubahan. Tahun 2009 pertama ia duduk sebagai Direktur Utama PT. KAI. Karena baru pernah mengalami angkutan lebaran, maka wajar kondisi angkutan lebaran masih karut marut, semrawut. Antrian penumpang mengular, peron penuh sesak dan hiburan orkes dangdut mewarnai hajatan PT. KAI, terutama di Stasiun Pasarsenen, membuat angkutan lebaran makin meriah.