Lihat ke Halaman Asli

"Rahasia Dibalik Reshuffel Kabinet"

Diperbarui: 28 Juli 2016   11:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: www.katailmu .com

Opini RSM* ala ‪#‎SPMC‬ Suhindro Wibisono.
 .
 Karena manusia adalah makhluk sosial, maka setiap manusia itu punya trauma, begitulah kenyataannya, dan trauma itu hanya bisa dikendalikan oleh kontrol kesadaran, tapi tidak mungkin menghilangkan trauma itu sendiri. Trauma membentuk manusia yang membedakan antara manusia yang satu dan yang lainnya, trauma diperkuat oleh sifat dasar manusianya itu sendiri.

Maka kalau kita lihat dalam satu keluarga misal ada 5 bersaudara, pastilah mereka berbeda sifatnya, bahkan terhadap saudara kembar sekalipun, padahal bukankah mereka mendapat lingkungan contoh yang serupa hampir sama? Trauma juga terlihat pada semua tokoh dunia, bahkan terlihat sangat nyata karena memang banyak disorot media, tak terkecuali Presiden Jokowi, presiden kita sebagai rakyat NKRI.
 .
 Saya tidak mengupas secara detail siapa saja menteri kabinet sekarang, sudah banyak tipi yang mengupas, bahkan seharian penuh hari ini, hari Rabu, 27 juli 2016 terjadinya reshuffle kabinet jilid 2.
 .
 Banyak yang mempertanyakan kenapa Mbak Puan tidak pernah tersentuh, ingat Jokowi adalah orang Jawa yang lahir di Jawa juga, dan Jokowi adalah orang yang tahu balas budi. Jokowi bisanya jadi presiden karena diusung oleh PDIP, dan itu atas hak vetonya Ibu Mega yang adalah Ketua Umum PDIP. Apakah dengan begitu Presiden Jokowi lebih mengutamakan kroni, balas jasa, dibandingkan kepentingan rakyat? Bukankah presiden adalah presidennya seluruh rakyat yang harusnya terlepas dari partai? Itulah wacana pendek bagi banyak yang kritik dan tidak mau tahu untuk memahami perpolitikan di negeri ini.
 .
 Kenapa Presiden saat ini mengakomodasi partai-partai yang awalnya adalah lawan politik dengan memasukkan tokoh politik lawan untuk duduk dikursi kabinet sebagai team kerja? Karena partai politik lawan juga sudah ganti haluan dari menentang jadi mendukung. Dan itulah alasan utamanya. Bukankah tidak ada yang gratis dalam politik? Presiden butuh dukungan suara di parlemen, untuk menjamin hal itu, walau partai yang awalnya lawan sudah menyatakan mendukung, maka untuk mengikat dan selalu mengingatkan perikatan itu, maka sudah selayaknya kalau dikasih jatah menteri. Itu adalah hal yang biasa dan memang seharusnya begitu.
 .
 Ingat Golkar adalah pemenang kedua dalam Pemilu Legislatif, juga pegang jabatan sebagai Ketua DPR, dan PAN juga selain punya suara yang lumayan di Perlemen, Ketua Umumnya juga adalah Ketua MPR. Lalu kalau terhadap partai yang awalnya lawan saja dikasih jatah menteri, apa iya jatah untuk menteri dari partainya sendiri malah harus ditendang keluar?
 .
 "Tapi apa yang menonjol dari Mbak Puan sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia?" "Kenapa harus dipertahankan, kan bisa diganti oleh tokoh lain walau tetap dari partai yang sama?" "Apakah pak Jokowi takut dengan Ibu Megawati yang adalah Ketua Umum PDIP?"
 .
 Begini versi nekad saya, dan ini sangat sensi, semoga tidak membuka kartu trufnya Pak Presiden, artinya semoga tafsir saya salah. Dua alasan sudah saya utarakan, kenapa harus mengeluarkan Menteri dari partainya sendiri, sedangkan dari partai yang awalnya lawan saja justru dimasukkan? Apakah Mbak Puan sebagai menteri menimbulkan masalah? Adakah blunder yang dilakukan? Tahukah anda apa kehebatan Presiden Jokowi menghadapi banyak "pertanyaan" tentang Mbak Puan? Justru Mbak Puan dijadikan Menko, bukan Menteri!! Terlihat hebat karena arti dari Menko adalah mengkoordinator beberapa Menteri? Itu tidak mencederai partainya Presiden (PDIP), juga menjaga martabat relasi antara Ketua Umum PDIP Ibu Mega yang adalah mencalonkan Jokowi sebagai Capres dan terpilih sebagai Presiden saat ini. Siapa yang lebih bersentuhan dengan rakyat secara langsung? Menteri atau Menko? Apakah Pak Jokowi masih kurang cerdas untuk lebih mementingkan rakyat tapi tetap tidak mencederai relasi dengan partai dan beliau yang telah berjasa untuk bisa terpilih menjadi Presiden?
 .
 Apakah Pak Jokowi memang sebegitu lihainya? Bisa iya, tapi bukan berarti tidak pernah salah strategi. Ketika pada reshuffle jilid 1 memasukkan RR sebagai Menko Maritim, saya pikir Pak Jokowi tidak tepat dan salah duga. Memang RR adalah mantan aktifis, sayangnya sifat aktifis itu masih terus terbawa dan tidak segera move-on. Sehingga terlihat begitu menikmati tepuk tangan penonton ketika berani mengkritik Wapres, dan perang wacana kepada menteri lainnya. Sudah pasti itu adalah hal yang paling "tabu" dalam ilmu manajemen. Bagaimana rasionalnya seorang menteri tajam mengritik atasannya (Wapres) didepan publik? Bertengkar wacana dengan menteri lainnya? Kalau boleh diibaratkan para menteri adalah satu team pemain sepak bola, kalau antar pemain saling berantem sendiri, bukankah sudah selayaknya namanya dicoret? Sudirman Said ikut menjadi korbannya!
 .
 Anies Baswedan ikut terpental, apa salahnya? Bukankah yang bersangkutan ikut kampanye Pak Jokowi waktu itu, dan hubungan mereka juga terlihat tidak ada masalah? Untuk jadi Menteri memang harus punya dukungan entah dari partai, ormas, atau LSM yang punya banyak masa. Kecuali pribadi hebat seperti Sri Mulyani contohnya yang sudah diakui oleh dunia.

Ingat Sri mulyani adalah Menkeu terbaik di Asia ketika itu. Jadi Anies Baswedan sangat mungkin menjadi korban demi akomodasi kepentingan yang lebih besar, berkorban untuk tujuan yang lebih besar yang ingin dicapai oleh presiden. Tunggulah masih akan dapat jabatan apa Anies Baswedan, walau menurut saya memang agak susah memprediksinya, kalau kembali jadi Rektor walau di UGM misalnya, bukankah artinya turun kasta? Kalau jadi dubes apakah mau? Semoga mereka masih tetap menjalin tali silahturami.
 .
 Yang terakhir ingin saya bahas yang paling krusial adalah Menteri Rini Soemarno, kurang apa ketika begitu sangat ceto welo-welo tokoh-tokoh PDIP mengusulkan agar Menteri Rini diganti atau bahkan dipecat! Itulah menunjukkan betapa kekehnya Jokowi punya pendirian, jadi apakah benar yang telah berpendapat bahwa Presiden Jokowi tunduk dengan tekanan partai?.

Kembali kemasalah trauma paragraf pertama arikel ini, dan itulah yang terjadi pada manusia yang bernama Jokowi, sangat mungkin waktu kecilnya Pak Jokowi pernah trauma mendapat tekanan entah dalam hal sesepele apapun itu dan tidak berdaya, maka secara tidak sadar Pak Jokowi sedang tidak menyadari kalau sedang mengejawantahkan rasa trauma itu, tapi dalam posisi yang ingin menggambarkan bahwa dia TIDAK bisa ditekan! Itulah balas dendam yang sangat mungkin tidak disadari oleh yang bersangkutan, sangat mungkin tidak disadari terlintas dalam benak, jangan tekan saya, jangan dekte saya, karena memang itu adalah hak saya, hak prerogatif Presiden.

Jadi kalau ingin melengserkan Rini, ya sebaiknya rakyat menilai apa adanya dan tokoh politik tidak "menekan" Jokowi HARUS menggatinya atau harus memecatnya! Kecuali sangat ceto welo-welo Rini melakukan hal yang fatal, kalau "memaksa" Presiden Jokowi, justru secara tidak langsung menguntungkan posisi Menteri Rini karena mengulik sentimen rasa trauma Presiden! (#SPMC SW, Rabu, 27 Juli 2016)

 CATATAN:
 (*) RSM = Rahasia Sifat Manusia.

 Semoga ini termasuk artikel "ngawur" saya. (SW)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline