Lihat ke Halaman Asli

"Bodo-Amat Negeri Bobrok, Penting Aku Hebat!"

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13938361972087714188

[caption id="attachment_325720" align="aligncenter" width="262" caption="Image source: dimasgandhi.wordpress.com"][/caption]

Kompasiana. Beberapa waktu lalu gaduh rencana pelantikan pejabat tersangka yang ada ditahanan KPK. (Hambith Bintih, Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah.) Sungguh kebangetan menurut saya, apalagi pelantikan tersebut bukanlah kali pertama dalam kasus serupa, mungkin sudah akan yang kelima kalinya.

Ketika mengetahui syarat untuk menjadi pejabat salah satunya adalah : "Tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana kriminal yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Pengadilan Negeri setempat." Apakah didalam penjara masih kurang bukti atas pelanggaran tersebut, atau semuanya harus menunggu keputusan pengadilan?

Berbagai argumentasi diutarakan pihak departemen dalam negeri untuk membenarkan hal itu karena tugas merekalah yang melantik pejabat tersebut. Seperti kita ketahui bersama, jangan-jangan kebanyakan UU kita adalah "persepsi", jadi tergantung kaca-mata apa yang digunakan. Jika dilihat dari kaca-mata harus dilantik, pasti bisa menemukan justifikasi untuk bisa dilantik sesuai kebenaran UU, begitu juga sebaliknya.

Lebih menggemaskan ketika alasannya adalah : "Supaya bisa dilengserkan, maka harus dilantik terlebih dahulu." Benar-benar alasan yang absurd, apakah begini cara kita memberi teladan moral kepada rakyat? Beruntung KPK tidak mengijikan pelantikan tersebut (?)

Ketika ada Gubernur yang tetap menyandang jabatan tersebut walau yang bersangkutan mendekam dalam tahanan, saya tunggu kehebohan wacananya, dan ternyata sampai saat ini pemerintah tidak bisa mencarikan jalan keluarnya, dan mendiamkan adalah jalan paling praktis (Gubernur Banten). Begitulah kita menyelesaikan masalah pada banyak hal. Kalau banyak hal diselesaikan dengan cara didiamkan, bukankah itu menunjukkan dengan jelas bahwa negeri ini sebenarnya tidak beres? Kalau yang tadi alasannya supaya bisa dilengserkan maka harus dilantik, maka yang ini alasannya pasti lain lagi ...... tunggu ditingkatkan statusnya .... jadi tidak pernah habis alasan untuk suatu pembenaran pribadi/kelompok/kepentingan, tidak peduli kebaikan moral Bangsa harus dikorbankan.

Saya mencoba mereka-reka atas kejadian-kejadian semacam itu, termasuk ada beberapa kasus tentang Pemilu-Kada yang dimenangkan oleh calon yang nota-bene ada dalam tahanan. Aneh bin ajaib memang, rakyat sepertinya tidak peduli tentang moral yang baik itu seperti apa, bukankah itu juga menegaskan kepada kita bahwa moral Bangsa ini sudah salah kaprah?

Lebih absurd ketika mengetahui, bukankah para tokoh-tokoh yang bermasalah tersebut ada dalam lingkup Parpol? Kenapa Parpol yang menjagokan tidak menarik jagoannya yang bermasalah? Kenapa justru mendiamkan terjadinya salah kaprah yang mencerminkan bobroknya moral? Apakah tidak terpikir bahwa itu juga menyiratkan bahwa Parpol yang bersangkutan juga bobrok secara moral? Atau tidak berpikir sejauh itu? Yang penting tidak menyalahi UU, atau bahkan lebih bagus kalau bisa menghindari/menyiasati UU walau sebetulnya mengetahui tidak etis secara moral?

Dalam kasus Gubernur Banten, kenapa DPRD-nya tidak mengambil tidakan untuk melengserkan Gubernurnya? Apakah mereka semua tidak mementingkan moral dan etika yang baik sebagai Bangsa? Bagaimana juga dengan Parpol dimana Gubernur bernaung?

Aneh....setidaknya itu menurut kaca mata saya sebagai rakyat jelata, dimana para elit negeri ini tidak bisa menyelesaikan masalah moral atau memberikan teladan tentang moral yang baik kita sebagai Bangsa. Sepertinya kita benar-benar telah kehilangan rasa malu, itulah sebabnya tidak ada yang malu demi egois kita secara pribadi, kelompok dan golongan kita sendiri. Padahal rasa malu itulah yang membedakan antara manusia dan mahluk lainnya. Memilukan! (SPMC SW, Maret 2014)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline