Lihat ke Halaman Asli

suherman agustinus

Dum Spiro Spero

Golput Bukanlah Pilihan yang Cerdas!

Diperbarui: 23 Juli 2020   21:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Ajakan Tidak Golput (ANTARA FOTO/Eric Ireng)

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menetapkan secara resmi pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 9 Desember 2020. Pilkada akan dilaksanakan secara serentak di 127 daerah di Indonesia.

Keputusan tersebut menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Ada yang setuju dan ada pula yang tidak setuju. Mereka yang setuju dengan penetapan waktu Pilkada tersebut beralasan bahwa penundaan Pilkada hanya menguntungkan Kepala Daerah yang selama ini tidak bekerja maksimal. Sementara, mereka yang tidak setuju berpandangan bahwa Covid-19 belum menunjukkan perubahan. Jumlah korban masih terus meningkat hingga saat ini.

Saya sendiri berada di pihak yang setuju. Bahwa Pilkada tetap harus dilaksanakan. Terpenting, masyarakat yang datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) nantinya, tetap memperhatikan protokol kesehatan. Lagi pula, tak ada satu yang pun tau kapan Covid-19 lenyap dari negeri ini, iya kan?

3 Alasan klise yang menghambat pekerjaan Kepala Daerah

Selalu ada alasan ketika ditanya, kenapa banyak Kepala Daerah yang tidak mampu merealisasikan janji kampanye?

Pertama, para Kepala Daerah tersebut kekurangan dana. Terutama dalam upaya mengurangi tingginya tingkat kemiskinan di seluruh pelosok tanah air. Mengatasi masalah kemiskinan tentu membutuhkan duit dalam jumlah yang banyak.

Kedua, tidak adanya kerja sama yang baik antara Kepala Daerah dengan masyarakat. Kepala Daerah berjalan ke depan dan masyarakat malah berjalan mundur ke belakang.

Ketiga, waktu lima tahun menjabat sama sekali tak cukup bagi mereka untuk merealisasikan janji-janji kampanye.

Ketiga alasan klise tersebut, sebetulnya menyembunyikan fakta yang sesungguhnya. Faktanya, para Kepala Daerah terlalu sibuk dan kadang-kadang sok sibuk.

Mereka sibuk membangun proyek gelap bersama pengusaha-pengusaha dan bos-bos besar (kaum kapital) demi keuntungan keluarga dan kelompok tertentu. Mereka lebih suka duduk manis di singgasana istana daripada bergerak ke bawah, mendengar aspirasi dan rintihan masyarakat.

Atau barangkali mereka lebih senang berinvestasi dan membangun hotel-hotel megah nan mewah di daerah pariwisata daripada membangun infrastruktur: jalan raya, bendungan, dermaga, bandara, dan lainnya untuk kesejahteraan masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline