Lihat ke Halaman Asli

suherman agustinus

Dum Spiro Spero

Ketika Teguran demi Kebaikan Dibalas dengan Kekerasan

Diperbarui: 26 Mei 2020   01:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi tindakan pemukulan terhadap kepala desa Lripubogu (Sumber: Banjarmasin.tribunnews.com)

Kemarin viral sebuah berita terkait pengeroyokan terhadap kepala desa dan aparat desa oleh belasan jemaah setelah mengadakan salat Idul Fitri di masjid Al-Nikmat, desa Lripubogu, Kecamatan Gadung, Kabupaten Buol.

Sebagaimana yang diberikan melalui beberapa media online bahwa kepala desa yang berinisial H bersama aparat desa lainnya mendatangi masjid tersebut dan menegur jemaah setelah mereka melaksanakan salat  Idul Fitri. Namun, jemaah tersebut malah memukul kepala desa dan aparatnya (Kompas.com, 25 Mei 2020).

Fakta yang saya paparkan di atas menunjukkan bahwa nilai-nilai agama dan nilai-nilai moral belum dihidupi secara sungguh-sungguh oleh umat beragama di negara ini. Dikatakan  demikian karena jemaah tersebut melakukan tindakan kekerasan setelah beribadah.

Dilihat dari sisi agama, jemaah tersebut telah bertemu dengan Tuhan. Seharusnya Tuhan yang samalah yang kemudian diwartakan ke luar atau setelah beribadah di masjid. Tuhan itu Mahabaik, mestinya tindakan-tindakan yang baik juga yang mereka tunjukkan kepada orang lain.

Saya sendiri belum memahami kira-kira teguran seperti apa yang dilakukan oleh kepala desa dan aparatnya. Apakah mereka menegur dengan kata-kata kasar? Terlepas dari itu, saya kira kepala desa juga sedang melaksanakan tugasnya, yakni memastikan warganya agar menindaklanjuti anjuran pemerintah untuk beribadah di rumah. Seruan beribadah di rumah tujuannya jelas, yakni agar rantai penyebaran corona segera putus.

Ada dua kesalahan yang dilakukan oleh jemaaf tersebut. Pertama, mereka melaksanakan ibadah secara bersama. Artinya di saat yang bersaman mereka sebenarnya tidak menaati perintah dan anjuran pemerintah pusat. Padahal seruan ibadah di rumah untuk kebaikan bersama (bonum commune).

Kedua, melakukan tindakan pemukulan. Pemukulan sama dengan tindakan kekerasan. Padahal setiap orang berhak untuk mendapat kehidupan yang aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan.

Oleh karena itu, jemaah tersebut mestinya diberi sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku di negeri ini. Sanksi hukum menurut saya penting, agar jemaah tersebut sadar bahwa mereka telah melakukan kesalahan. Kekerasan apapun bentuknya tak dapat dibenarkan menurut agama dan hukum.

Di samping itu, sanksi hukum itu juga bertujuan agar tidak terjadi lagi kekerasan yang sama di daerah-daerah lain di Indonesia. Lagi pula, kekerasan yang dilakukan setelah beribadah adalah tindakan yang tidak elok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline