Lihat ke Halaman Asli

Suherman

Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

5-6 Menit yang Terbuang: Penyesalan Abadi di Akhirat dan Renungan tentang Waktu yang Tak Pernah Kembali

Diperbarui: 30 Januari 2025   19:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Jam Pasir (Sumber: https://unsplash.com/@aronvisuals)

"Waktu adalah pedang. Jika kau tidak menggunakannya dengan baik, ia akan memotongmu." -- Ali bin Abi Thalib.

Pernahkah Anda merenungkan betapa berharganya 5-6 menit dalam hidup? Di dunia yang serba cepat, kita sering mengabaikan momen-momen kecil, padahal ia bisa menjadi penentu kebahagiaan atau penyesalan abadi. Artikel ini akan mengajak Anda menyelami makna waktu melalui literatur, kisah inspiratif, dan perspektif spiritual. Mari kita renungkan bersama: bagaimana 5-6 menit yang terbuang bisa membawa penyesalan di akhirat, dan apa yang bisa kita lakukan untuk menghindarinya.

Di era digital seperti sekarang, waktu seolah menjadi komoditas yang mudah dihabiskan. Menurut data Statista, rata-rata orang Indonesia menghabiskan 3,5 jam per hari hanya untuk media sosial. Sementara itu, laporan Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa tingkat stres masyarakat meningkat akibat kesibukan yang tidak seimbang dengan waktu istirahat atau refleksi diri.

Contoh kasus terbaru adalah viralnya seorang karyawan yang meninggal dunia karena kelelahan bekerja. Padahal, ia sempat mengeluh tentang kurangnya waktu untuk beristirahat dan beribadah. Kisah ini menjadi cermin bagi kita semua: betapa pentingnya memanfaatkan waktu dengan bijak, bahkan untuk hal-hal yang terlihat sepele.

Mari kita telusuri makna 5-6 menit melalui literatur dan kisah-kisah inspiratif.

Kisah Nabi Musa dan Khidir mengajarkan pelajaran tentang kesabaran dan waktu. Dalam Al-Quran Surah Al-Kahfi, Nabi Musa belajar dari Khidir tentang pentingnya sabar dan memahami setiap detik yang diberikan Allah. Khidir melakukan beberapa tindakan yang awalnya tidak dipahami Musa, tetapi ternyata memiliki hikmah besar di baliknya. Ini mengajarkan kita bahwa setiap detik yang kita lewati memiliki makna, bahkan jika kita tidak langsung memahaminya.

Filosofi waktu dalam puisi Sapardi Djoko Damono juga memberikan perspektif mendalam. Dalam puisi Hujan Bulan Juni, Sapardi menulis: "tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni, dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon yang berbunga itu." Puisi ini mengingatkan kita bahwa waktu adalah anugerah yang harus dijalani dengan kesabaran dan keikhlasan.

Kisah Umar bin Khattab juga mengandung pelajaran berharga tentang waktu. Umar bin Khattab pernah berkata, "Aku tidak menyesali apa pun kecuali tiga hal: saat aku duduk sendirian tanpa mengingat Allah, saat aku menghabiskan waktu tanpa tujuan, dan saat aku menangis bukan karena takut kepada Allah." Renungan ini mengajarkan kita bahwa 5-6 menit yang terbuang bisa menjadi penyesalan abadi jika tidak diisi dengan kebaikan.

Sebuah kisah modern tentang penyesalan seorang ayah kembali mengingatkan kita akan pentingnya waktu. Seorang ayah sibuk bekerja hingga lupa menghadiri pertunjukan sekolah anaknya. Padahal, ia hanya butuh 5-6 menit untuk meminta izin dari kantor. Anaknya pun menangis kecewa, dan sang ayah menyesal seumur hidup.

Penelitian tentang "The Power of Small Wins" yang diterbitkan Harvard Business Review juga membuktikan bahwa tindakan kecil yang dilakukan secara konsisten, seperti berbuat baik atau introspeksi diri, memiliki dampak besar pada kebahagiaan dan produktivitas. Ini menunjukkan bahwa 5-6 menit yang dihabiskan untuk kebaikan tidak pernah sia-sia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline