Lihat ke Halaman Asli

Suherman

Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

Ketika yang Salah Jadi Raja: Sebuah Ode untuk Kekuatan Video Viral

Diperbarui: 16 Desember 2024   20:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang petugas SPBU Source: Koleksi pribadi 

Kita hidup di zaman ketika keadilan tidak lagi diadili di pengadilan, melainkan di layar ponsel. Satu video berdurasi 30 detik, diunggah tanpa konteks, bisa mengubah nasib seseorang lebih cepat daripada gavel hakim yang diketuk. Contohnya? Kasus petugas SPBU yang "berani-beraninya" membentak customer. Hasil akhirnya? Petugasnya minta maaf, meski pelakunya adalah orang yang menyerobot antrian. Ironi, bukan? Tapi itulah keajaiban dunia maya.

Seorang petugas SPBU Source: koleksi pribadi

Di dunia nyata, tindakan menyerobot adalah salah. Tapi di TikTok, pelanggaran itu adalah hak asasi yang dilindungi oleh jumlah likes dan komentar simpati. Apa yang terjadi pada petugas SPBU itu adalah pelajaran penting: kebenaran bukanlah apa yang benar, tapi apa yang terlihat benar di layar ponsel.

Logika publik kita sekarang menarik. Serobot antrian, rekam petugas yang marah karena ulahmu, unggah dengan caption sedih, dan voila! Kamu korban. Siapa pun yang menentang narasi ini akan dicap sebagai pembenci, bahkan jika mereka memegang fakta yang sebenar-benarnya. Luar biasa, kan? Kita berhasil menciptakan dunia di mana suara mayoritas---meskipun salah---menjadi hukum yang tidak tertulis.

Mari kita bicara tentang petugas SPBU itu. Dalam semesta logika terbalik, ia dihukum karena melakukan tugasnya: menjaga keteraturan. Apa kesalahannya? Tidak tersenyum saat mengingatkan pelanggar. Karena, di dunia yang kita tinggali sekarang, profesionalisme tidak lagi cukup. Kamu harus ramah, tersenyum, bahkan saat melawan ketidakadilan. Kalau tidak, kamera akan menangkap sisi terburukmu dan mengubahnya menjadi trending topic.

Kita tidak peduli pada konteks. Kita hanya peduli pada narasi yang terasa benar. Dan di dunia ini, kesalahan itu sederhana: terlalu percaya bahwa orang-orang di internet akan peduli pada fakta. Padahal, internet tidak membutuhkan kebenaran. Yang dibutuhkan hanyalah drama.

Yang lebih hebat lagi, kita berbondong-bondong menghakimi tanpa merasa perlu bertanya: "Apa yang sebenarnya terjadi sebelum video ini direkam?" Ah, tapi siapa yang punya waktu untuk itu? Toh, ada komentar yang harus ditulis, opini yang harus dibagikan, dan tentu saja, pihak yang harus dihancurkan demi validasi sosial.

Akhirnya, petugas SPBU itu minta maaf. Bukan karena ia salah, tapi karena itulah cara tercepat untuk menyelamatkan kariernya. Di dunia ini, permintaan maaf bukan lagi tanda penyesalan, melainkan alat bertahan hidup. Sementara pelanggar antrian mungkin sedang menikmati kopi sambil melihat video viralnya naik jumlah views.

Jadi, mari kita beri tepuk tangan untuk zaman kita yang penuh "keadilan." Zaman di mana salah jadi benar, benar jadi salah, dan semua itu diputuskan oleh algoritma. Semoga kita semua betah tinggal di dunia ini. Karena, percayalah, video berikutnya mungkin giliran kita yang akan diadili tanpa pembelaan. Selamat menikmati!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline