Setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Hari ini seakan menjadi cermin besar bagi kita untuk melihat lagi perjuangan orang-orang yang pernah mengorbankan segalanya demi kebebasan.
Pahlawan yang dulu angkat senjata dan bertaruh nyawa kini hidup dalam berbagai wujud lain, tanpa pedang atau senapan. Namun sayangnya, nilai mereka kini seakan pudar; pahlawan tanpa tanda jasa yang semakin terlupakan di negeri ini semakin tergerus.
Siapa mereka? Mungkin pertama yang terlintas adalah para guru, tenaga kesehatan, dan relawan yang setiap hari berdiri di garis depan demi kemajuan anak-anak bangsa, kesehatan masyarakat, dan keselamatan banyak orang.
Mereka yang tak selalu mendapat penghargaan besar atau bonus gaji berlimpah, tetapi setia menjalankan tugasnya dengan ikhlas, bahkan saat tenaga dan suara mereka perlahan melemah.
Mereka adalah pahlawan yang hadir di sekitar kita tanpa embel-embel gelar atau tanda jasa yang membuat mereka dikenal di seluruh negeri. Namun ironisnya, keberadaan mereka justru semakin terpinggirkan.
Menyedihkan bahwa kontribusi pahlawan tanpa tanda jasa ini sering kali dianggap remeh dan seakan hanya bayangan dari kejayaan pahlawan di masa lalu.
Ketika perjuangan mereka adalah tentang memastikan anak-anak desa bisa membaca, atau merawat pasien yang mungkin tak mampu membayar biaya rumah sakit, mereka justru terjebak dalam sistem yang acapkali tak mendukung mereka untuk benar-benar bisa maju.
Lihat saja kondisi guru-guru honorer yang terkadang harus bertahan hidup dengan gaji yang tak seberapa. Atau tenaga medis yang bertugas di pelosok tanpa perlengkapan memadai, bahkan saat mereka terus berada di sana, menghadapi segala keterbatasan.
Bicara tentang pahlawan tak lagi sekadar tentang orang-orang yang berperang melawan penjajah di masa lampau. Hari ini, pahlawan hadir dalam wujud-wujud sederhana yang mungkin tak kita sadari keberadaannya.