Lihat ke Halaman Asli

Suhendrik N.A

Citizen Journalism | Content Writer | Secretary | Pekerja Sosial

Cinta dalam Pandangan Stoisisme - Kebijaksanaan, Penerimaan, dan Pengendalian Diri

Diperbarui: 24 Juli 2024   19:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Cinta (Bing Image AI)

Filsafat Stoisisme, yang muncul di Athena pada abad ke-3 SM, menawarkan pandangan yang unik dan mendalam tentang cinta. Berbeda dengan pandangan umum yang sering kali dipengaruhi oleh emosi yang intens, Stoisisme mengajarkan bahwa cinta sejati haruslah didasarkan pada kebijaksanaan, penerimaan, dan pengendalian diri.

Kebijaksanaan (Wisdom)

Menurut filsafat Stoisisme, kebijaksanaan adalah kunci dalam memahami dan mempraktikkan cinta yang sejati. Stoik percaya bahwa cinta yang benar haruslah didasarkan pada pemilihan yang bijak terhadap pasangan. Hal ini tidak semata-mata mengacu pada daya tarik fisik atau emosional semata, tetapi lebih kepada kesesuaian nilai-nilai, karakter, dan tujuan hidup antara dua individu. Marcus Aurelius, seorang tokoh Stoik terkenal, menekankan pentingnya untuk memilih pasangan berdasarkan pada nilai-nilai moral dan kesetiaan yang mereka miliki.

Penerimaan (Acceptance)

Aspek penerimaan dalam Stoisisme mengajarkan kita untuk menerima pasangan kita apa adanya, baik dalam kelebihan maupun kekurangannya. Stoik percaya bahwa kita tidak boleh berharap pasangan sempurna, karena kesempurnaan itu sendiri adalah konsep yang tidak realistis. Sebaliknya, Stoisisme mengajarkan kita untuk melihat dan menerima pasangan sebagai manusia yang memiliki kelebihan dan kekurangan, seperti kita semua. Penerimaan ini bukan berarti kita mengabaikan perubahan yang mungkin terjadi atau ketidakcocokan yang muncul seiring berjalannya waktu, tetapi lebih kepada pengertian bahwa cinta yang sejati adalah cinta yang bersifat inklusif dan menerima tantangan yang ada.

Pengendalian Diri (Self-control)

Pengendalian diri dalam Mistisisme merupakan kemampuan untuk mengendalikan emosi dan tindakan kita terhadap pasangan dan dalam hubungan secara umum. Stoik mengajarkan bahwa pengendalian diri adalah landasan untuk mencapai hubungan yang sehat dan harmonis. Ini mencakup kemampuan untuk mengatasi cemburu, kemarahan, atau frustasi yang mungkin timbul dalam hubungan, serta untuk merespons situasi dengan bijak dan penuh pertimbangan. Epictetus, seorang filsuf Stoik, menekankan bahwa kita tidak bisa mengendalikan peristiwa di luar kendali kita, tetapi kita bisa mengendalikan respons kita terhadap peristiwa tersebut.

Kesimpulan

Dalam pandangan Stoisisme, cinta adalah suatu bentuk komitmen yang mendalam dan disiplin yang melibatkan kebijaksanaan, penerimaan, dan pengendalian diri. Dengan memahami prinsip-prinsip ini, seseorang dapat membangun hubungan yang kuat dan bermakna berdasarkan pada nilai-nilai yang dihargai dalam filsafat Stoik. Ini tidak hanya menghasilkan hubungan yang lebih seimbang dan harmonis, tetapi juga membawa pertumbuhan pribadi yang berkelanjutan dan kebahagiaan yang lebih dalam bagi individu yang terlibat.

Dengan demikian, Stoisisme memberikan pandangan yang bermakna tentang cinta yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya sebagai perasaan tetapi sebagai sebuah prinsip moral dan filosofis yang memandu interaksi kita dengan dunia dan orang-orang di sekitar kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline