Lihat ke Halaman Asli

Dr Ing. Suhendra

Konsultan, technopreneur, dosen, hobby traveller

Cerita dari Kunjungan Pembangkit Nuklir Jerman: Memahami Kerinduan Nuclear Renaissance

Diperbarui: 17 Januari 2025   11:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nuclear renaissance (Sumber foto pribadi)

Cerita dari Kunjungan Pembangkit Nuklir Isar Jerman: Memahami Kerinduan Nuclear Renaissance

Dr.-Ing. Suhendra. Anggota BAM Berlin-Alumni, Jerman.

Di sudut fasilitas yang megah ini, tim kami yang berjumlah 22 orang duduk di ruangan salah satu Kernkraftwerk (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) termegah yang pernah dimiliki Jerman.

Tahun itu, sekitar tahun 2011, kami mengunjungi pembangkit listrik yang memompa energi yang sangat besar. Peralatan, gedung-gedung dan orang-orang di dalamnya adalah bagian dari kejayaan industri Jerman. Dengan listrik yang murah dan tanpa emisi, ia adalah simbol efisiensi dan teknologi tinggi. 

Dalam kunjungan ini, saya berkesempatan untuk melihat ruang kontrol yang canggih, di mana para teknisi dengan teliti memantau operasi selama bertahun-tahun.

Tuan rumah yang memberikan info tentang PLTN Isar ini adalah salah seorang Profesor di universitas ternama di kota Munich, Jerman, membawakan presentasinya dengan renyah. PLTN ini simbol kebanggaan orang Jerman, hasil dari puluhan tahun inovasi dan kerja keras.

Namun, hari ini dan berikutnya, kebanggaan itu seperti harus dipaksa berhenti. Pembangkit ini pada akhirnya dimatikan sesuai kebijakan pemerintah. Di akhir presentasi, terdengar rangkaian kata berbumbu melankolis dari sang Profesor.

"Zu gegebener Zeit wurden schlielich alle diese hochmodernen Systeme abgeschaltet. Dann blieben sie nur noch Geschichte". Sang Profesor menerangkan dengan bijak. (Pada saatnya nanti, akhirnya semua sistem canggih ini dimatikan. Lalu semua hanya menjadi histori.)

Sebelum pulang, kami berdiri bersama, melihat reaktor besar itu dalam keheningan. Lalu pergi satu per satu menuju ke bus kami pulang ke Berlin. Meninggalkan teknologi canggih yang sebentar lagi hanya menunggu waktu berubah menjadi museum.

Di tengah jalan di atas bus yang kami tumpangi, kami masih terus belum putus menyambung obrolan di PLTN tadi. Mayoritas kawan kami yang sebagian adalah saintis tetap pada opini: PLTN di Jerman adalah pembangkit teraman di dunia. Penutupan PLTN adalah kebijakan yang frustatif hanya karena eksploitasi ketakutan orang akibat berbagai bencana nuklir yang sebelumnya ada.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline