Lihat ke Halaman Asli

Achmad Suhawi

Politisi Pengusaha

Relawan Bergerak Menangkan Pemilu Presiden

Diperbarui: 4 Juni 2024   23:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Relawan Untuk Pemilu Berkualitas

Sejarah panjang kehadiran Relawan atau disebut dengan Volunteer bisa ditelusuri sampai masa perang, Peristiwa mengenaskan semacam perang dan bencana alam telah memberikan jalan bagi para Sukarelawan untuk membantu para Prajurit yang terluka atau mengumpulkan persediaan demi menolong mereka yang terkena musibah. Kehadiran Relawan sering dilekatkan dengan adanya bencana sebagai suatu kejadian yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Bencana bisa timbul karena alam maupun non alam. Bencana seperti Tsunami, Tanah Longsor, Gunung Meletus, Banjir, Kekeringan, Angin Topan merupakan bencana alam. Sementara, bencana non alam bentuknya bisa semacam perang atau konflik bersenjata.

Relawan bukan Karyawan karena ia melakukan pekerjaan sebagai relawan dengan kemauan sendiri tanpa paksaan dari manapun atau biasa disebut dengan istilah Sukarelawan. Ada banyak orang yang bekerja sebagai Sukarelawan, baik yang ada pada lembaga pemerintah, lembaga nirlaba, kelompok masyarakat, akademisi serta sejumlah sektor swasta. Artinya, ruang lingkup kerja Relawan tidak hanya berfokus pada daerah yang terkena bencana, konflik atau krisis semata. Karena itu, istilah Sukarelawan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai orang yang melakukan kegiatan kemanusiaan dalam bentuk tenaga, pikiran, waktu, dan uang serta dalam wajud lain yang sesuai dengan kemauan sendiri tanpa adanya paksaan dari pihak lain. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh orang yang terlibat menjadi Relawan adalah murni dari kemauan dirinya sendiri.

Adapun pelembagaan kerja Relawan bisa dirujuk pada saat PBB mendirikan Relawan atau United Nations Volunteers (UNV) tahun 1971. Kejadian tersebut kemudian diperingati setiap tanggal 5 Desember sebagai International Volunteer Day (IVD). Dan Tema Hari Relawan Internasional tahun 2023 adalah "The Power of Collective Action: if everyone did", atau "Kekuatan Aksi Kolektif: Jika Semua Orang Melakukannya." Dan pelembagaan Relawan semakin meneguhkan jaringan dan pengorganisasian kelembagaan Relawan yang telah menembus sekat-sekat pembatas semacam Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA), bahkan sebagian diantaranya sudah berjejaring lintas negara berdasarkan kesamaan isu dan kegiatan. Kerja-kerja Relawan telah tersebar diberbagai belahan dunia dalam segala aspek dan aras kehidupan yang ditenpatkan diatas kesadaran terhadap kemanusiaan.

Keberadaan Relawan di Indonesia cukup signifikan dalam menjalankan kegiatan ditengah -tengah kehidupan masyarakat. Ada beberapa jenis organisasi Relawan yang sudah berkiprah sejauh ini, diantaranya : Relawan Pendidkan, Relawan Kesehatan, Relawan Lingkungan, dan Relawan Demokrasi.

Relawan Pendidikan hadir untuk mendukung perkembangan pendidikan di tanah air. Pendidikan yang tidak tersebar dengan merata, kualitas SDM pendidik yang belum memadai, sarana prasana yang kurang mendukung peningkatan kualitas pendidikan merupakan perhatian utama para Relawan di dalam memajukan pendidikan di Indonesia; Relawan Lingkungan berkonsentrasi kepada berbagai kegiatan dalam rangka menjaga, merawat, dan melindungi Lingkungan Hidup. Pendorong kesadaran relawan lingkungan berpusat pada isu pemanasan global atau perubahan iklim. Sehingga aktivitas yang digalakan oleh para aktivisnya adalah penghijauan seperti menanam pohon, mengumpulkan Sampah untuk didaur ulang, atau melakukan kampanye tentang pemanasan global. Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) dan Greenpeace Indonesia adalah sejumlah organisasi relawan yang berkiprah pada isu lingkungan; Relawan kesehatan berfokus pada masalah - masalah kesehatan semacam kesehatan Ibu dan Anak, sanitasi, HIV / AIDS. Ada organisasi -- organisasi semacam Palang Merah Indonesia, atau Bulan Sabit Merah yang melakukan penggalangan donor darah; Selain itu, ada Relawan Demokrasi. Ia adalah gerakan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih di dalam menggunkan hak pilihnya. Relawan demokrasi cukup beragam, mulai dari pemantau pemilu, sampai dengan relawan pemenangan kontestan pemilu itu sendiri.

Relawan demokrasi dimaksudkan untuk memperluas partisipasi politik dan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pilar-pilar demokrasi itu sendiri, termasuk memastikan agar pemilih memilih pemimpin / kontestan yang berkualitas. Sebab, kualitas pemilihan umum sebagai pesta demokrasi diharapkan bisa meningkat seiring dengan meningkatnya peran, fungsi, dan kinerja relawan dalam memperluas partisipasi dan meningkatkan kepercayaan Masyarakat terhadap sistem demokrasi. Bagaimanapun juga, tanpa partisipasi masyarakat, sesungguhnya pemilu tidak memiliki relevansinya sebagai pesta demokrasi. Ukuran partisipasi tentu bukan sekedar kehadiran pemilih dalam memberikan suaranya di Tempat Pemungutan Suara (TPS), tetapi lebih daripada itu. Partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Umum (pemilu) banyak bentuknya. Dan di setiap keseluruhan tahapan pemilu memerlukan partisipasi Masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal tersebut menjadikan kerja relawan terafiliasi dengan penyelenggaran pemilu, pengawas pemilu, partai politik dan kontestan pemilu, termasuk calon perseorangan. 

Reformasi 1998 telah menampilkan wajah baru demokrasi di Indonesia. Pelaksanaan pemilu tahun 1999 merupakan pesta demokrasi di masa awal reformasi yang ditandai dengan hadirnya pemantau pemilu seperti Forum Rektor, KIPP, Unfrel, dan JPPR sekaligus hadirnya rejim pemilu yang bersifat independent, serta menjamurnya partai-partai politik akibat euphoria politik hasil reformasi. Masa-masa awal hadirnya Relawan Pemantau Pemilu tidak bisa dipisahkan dari besarnya perhatian dunia internasional terhadap demokratisasi di Indonesia. Bahkan banyak Non Government Organization (NGO) internasional yang membiayai berbagai program kegiatan relawan demokrasi kala itu, mulai dari pelatihan, pengadaan seragam (uniform) sampai dengan operasional kantor relawan. Tidak heran bila etos kerja relawan pemantau pemilu tahun 1999 menjadi sangat dinamis dan massif di lapangan. Pelatihan, sosialisasi, dan pendidikan politik bisa diselenggarakan di balai RT, RW dan Desa / Kelurahan dalam rangka memperluas partisipasi dan meningkatkan kualitas demokrasi melalui pemilu 1999. Bukan hanya Relawan Pemantau Pemilu yang begitu bersemangat menyambut pesta demokrasi kala itu, Bahkan partisan Parpol sempat ada yang mendirikan Posko secara mandiri di sejumlah tempat.

Perubahan secara gradual sebagai konsekuensi dari perubahan sistem ketatanegraan telah menghadirkan calon perseorangan semacam Dewan Perwakilan Daerah, pemilihan Presiden dan Kepala Daerah secara langsung. Suatu situasi yang turut mengeskalasi kehadiran relawan demokrasi sekaligus mendorong terjadinya pergeseran lingkup kerja. Relawan demokrasi yang semula banyak menjadi pemantau pelaksanaan pemilu kemudian menjadi penggerak pemilih dalam upaya perluasan partisipasi, sekaligus untuk memenangkan kontestan, calon, atau jagoan masing-masing. Realitas tersebut bertolak dari suatu kesadaran bahwa demokrasi harus mampu menghadirkan pemimpin dan wakil-wakil rakyat yang berkualitas. Kenyataan tersebut tidak bisa dipisahkan dari menurunnya kinerja partai politik (parpol) sebagai pilar paling utama dalam pelembagaan demokrasi. Parpol telah menghadirkan demokrasi yang semu, pseudo demokrasi. Kekuasaan yang diperebutkan kemudian bergeser menjadi rent seeking.

Terminologi rent seeking dalam institusi negara mengacu kepada perilaku pejabat publik dalam membuat kebijakan publik dengan motivasi kepentingan pribadi dan kelompok sehingga merugikan kepentingan publik, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Dan pada kenyataanya, parpol telah menjelma menjadi oligarki bisnis dan politik yang hanya dikuasi oleh sekumpulan elit saja, bahkan telah mengabaikan peran dan fungsinya sebagai pilar demokrasi. Sehingga perluasan partisipasi dan peningkatan kualitas demokrasi tidak bisa sepenuhnya dititipkan kepada elit parpol sebagai agenda utamanya. Apalagi, satu-satunya tujuan parpol dewasa ini adalah memperoleh kekuasaan melalui pemilu demi memperbesar kekuasaan selanjutnya. Dan parpol kurang menyediakan jenjang karier dengan jelas dan secara organisasi kepemilikannya cenderung tertutup. Artinya belum bisa memodernisasi kelembagaanya dengan menerapkan sistem merit dan profesionalisme agar mampu menawarkan jenjang karier yang transparan bagi kader-kadernya. Padahal rasa memiliki terhadap parpol bisa menjadi besar dengan standar kompetensi sebagai syarat utama mobilitas di internal. Dan untuk mewujudkan semua itu, parpol harus transparan dan akuntabel kepada semua pihak, serta mengadopsi prinsip-prinsip tata kelola yang baik dalam segi operasional dan pengambilan keputusannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline