Hujan bulan Desember
Hatiku ,
nyanyianmu terbiasa membentang
sangat manja ,
menggelayut mesra dalam susunan kata
Kamu adalah bui kerinduan yang buntu
yang tak lagi mengenal jalan keluar
Tak mengenal musim
berbukit barisan meliuk kokoh
Melukismu dengan kekata adalah samudera tanpa pantai
Kamu adalah kota ang berbukit dengan kata ,
padat bermetropolitan
Auromu magnet , yang menarik seluruh indraku
Membius dalam stadium 4
Dan mimpiku semakin brutal bercengkrama
Menguasai seluruh ruang pikirku
Kamu sungguh perkasa
Di bulan Desember ini kamu ditelan sunyi
Berisiknya nyanyian hujan telah menjadi nada kehilangan
Gemuruh rasa tak satupun menjadi aksara
Wajahmu telah kosong , tanpa ruang
Yang terbiasa kubaca dalam bahagia dan air mata
Gambarmu gelap
Terbengkalai
Semua menjadi hikayat nestapa
Secangkir kopi ini ,
dalam racikan dan adukan paling sempurna
tak mampu mencipta pelangi atas dirimu
Sebatang rokokku tak sanggup lagi meretas
Di kepulan asapnya yang semakin pekat
Hujan bulan desember ini,
telah melautkan seluruh keberadaanmu
Dan Kepakan sayap burung camar itu
Mengisyaratkan hampa ruang dan waktu
Yang tak lagi mesra
Kamu
Wuuus...hilang... tak tersisa