Lihat ke Halaman Asli

suhatman pisang

Pernah Menjadi Jurnalis Kompas TV ,SCTV,Indosiar,Skm.Canang Padang

Kue Talam Ubi

Diperbarui: 10 Oktober 2023   09:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Kue Talam Ubi
By :  Suhatman Pisang

      " Hoi...bali oi.... kue talaaaaam, hoi...bali ..oi... kue talam... hoi.... hoi...bali oi.. kue talaaaaaam" suara bocah tujuh tahun itu bergema di kampung Pisang. sebuah desa di pinggir kota Padang. Sekitar  tahun 1976.
      Kue talam ubi, di junjung di kepala,dengan talam kanso bertutup lancip. Talam kanso bulat berdiameter sekitar 40 centi meter dengan tutup seperti tudung runcing.

     Kue nya berwarna coklat dengan toping bagian atas putih. Coklat terbuat dari parutan ubi jalar atau ketela dicampur gula merah ,sementara topingnya terbuat dari tepung beras dan santan.
     Di kampung ku disebut kue talam. Kue dalam talam itu diiris sekitar dua kali tiga centimeter, pemotongnya terbuat dari kayu mirip pisau tumpul .
    Kue itu buatan neneknya,kadang jika nenek sakit ibu yang membuat nya .

     Setiap hari bocah itu berkeliling menjajakan kue talam sambil terus bersuara lantang " hoi.. baliiii kue talaaaaaaaam,   hoi.......balilah....kue talaaaaaaaaaaam "
      Suara merdu itu memecah siang, sore kadang sampai magrib datang .
      Bertahun menjajakan kue talam, suara itu tak terdengar lagi mengitari kampung Pisang .

      Dua puluh sembilan tahun kemudian......Tuhan mempertemukan bocah itu dengan seorang perempuan. Hatinya bergetar rasa lain muncul sebagai rasa normal seorang lelaki dewasa terhadap wanita .
      Itulah cinta, kasih dan sayang berpadu. Gayung bersambut . Mata bertemu mata, hati bicara entah apa yang jelas itu rasa. Dan akhirnya keduanya berjodoh. Dalam ikatan pernikahan.

       Tanpa cerita, tanpa disangka suatu ketika sang Istri menyuguhkan kue talam, persis seperti buatan nenek dan ibu dulu, talam ubi berwarna coklat dengan toping putih.

       Ketika dirasa. Oh...mengingatkan ke tiga puluh tahun lalu, rasa yang nikmat...tiada tara.

       Pernah juga ia.merasa kue talam lain, namun hambar dan kalah rasa.
       Si pembuat tak percaya diri, padahal rasa yang disaji adalah rasa yang paling di cari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline