Lihat ke Halaman Asli

Pustaka Kritis Sungai Citarum

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Telaah pustaka kritis dari air kehidupan Sungai Citarum memerlukan banyak perhatian dari berbagai sektor. Menipisnya rasa memiliki (sense belonging) terhadap sungai terbesar dan terpanjang di Jawa Barat. Suatu kebanggaan tersendiri yang dimiliki oleh provinsi ini karena mampu memberikan peran vital di sektor listrik, masyarakat setempat yang menghuni di sekitar sungai sebagai pemanfaatan sumber ekonomi, pasokan air minum di Jakarta baik untuk minum, memasak, sanitasi, dan peran aktivitas lainnya, walaupun kualitas airnya buruk. Substansi persoalannya adalah mengapa hal ini terjadi, lalu agenda apa saja yang harus dikedepankan guna menelaah rasa memiliki sungai yang terkotor ini ?

Sungai yang mengalir dari hulu di daerah Gunung Wayang, di sebelah selatan Kota Bandung menuju ke utara dan melaju ke utara. Sungai ini panjangnya sekitar 350 kilometer, melintasi perbatasan Bandung Barat, Cianjur, Purwakarta, Bekasi, Karawang dan ujung muara di Laut Jawa. Citarum adalah sumber air minum untuk daerah yang dilewati oleh perbatasan tersebut, ditambah 80 persen Jakarta. Daerah ini paling padat penduduknya. (The Jakarta Post,4/4/2011)

Citarum juga memainkan peranan penting sebagai pemasok tenaga listrik. Ada tiga pembangkit tenaga listrik air yang mampu menghasilkan 1.400 megawatt listrik dari PLTA Ir H. Juanda atau lebih dikenal dengan PLTA Jatiluhur, PLTA Saguling dan PLTA Cirata.

Lain halnya dengan keberadaan limbah cair baik dari rumah sakit, kawasan industri dari kadar Chemical Oxyd Demand (COD), Biology Oxyd Demand (BOD), kandungan merkuri, sulfat, dan bahkan bakteri e-coli yang melebihi ambang batas. Padahal masyarakat sekitar biasa memanfaatkan untuk keperluan mandi, cuci dan kakus (MCK) dan hal ini bisa membahayakan kesehatan masyarakat. Jika pengelolaan limbah cair tidak optimal penyebabnya bisa menular lewat saluran air dan sungai.

Tak heran bila musim penghujan tiba terutama di daerah dataran rendah pun terkena imbas dari dampak banjir yang dialiri oleh aliran Sungai Citarum. Potensi yang demikian besar dan bukan kepalang setiap warga berupaya antisipasi untuk mencegah terjadinya banjir. Membersihkan selokan yang mampet, kerja bakti antar warga di pinggiran sungai, larangan keras membuang sampah di sungai walaupun ada sebagian warga yang mengabaikan dan tetap membuang sampai di sungai. Hingga giliran tiba banjir, warga sudah siap sedia menjaga rumahnya dengan alasan keamanan harta dibandingkan dengan keselamatan diri sendiri. Itupun kalau rumah yang dilanda banjir masih layak dihuni atau ditinggalkan oleh pemiliknya. Sebagian warga yang homogen aktivitasnya dari anak-anak yang bersekolah, orang dewasa yang bekerja di berbagai sektor publik atau ibu rumah tangga tidak bisa melakukan manisnya aktivitas layak biasanya. Ditambah lagi jika banjir datang untuk kebutuhan MCK hanya bisa menggunakan air banjir. Disebabkan pasokan air bersih saat banjir tidak tersedia.

Rehabilitasi untuk lahan kritis ini bisa dimulai dari hulu hingga hilir sungai yang dilalui Citarum adalah menanam pohon dan mengganti dengan tanaman palawija dan tanaman yang berakar kuat untuk mencegah terjadinya luapan banjir. Seperti yang dikatakan oleh Menteri Kehutanan RI, Zulkifli Hasan.

Disatu sisi daerah hulu waduk Ir.Juanda, Purwakarta sebagian mata pencaharian masyarakat sebelumnya adalah pembudidaya ikan di keramba, beralih menjadi penanam palawija jika hasilnya menguntungkan dengan melihat kondisi cuaca, baik musim kemarau atau penghujan.

Usia pustaka Citarum akan memperpanjang peran air bersihnya apabila dikelola oleh tangan-tangan yang ikhlas memberikan uluran tangannya. Dalam hal ini sektor pemangku berkepentingan baik di Direktorat Pengairan dan Irigasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum, Puslitbang Sumber Daya Air Departemen Perkerjaan Umum, Direktorat Jenderal Penataan Ruang Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, Balai Besar Wilayah Citarum, Direktorat Jenderal Pengelolan Lahan Dan Air Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan Dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat, Bappeda Jawa Barat, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat, Perum. Jasa Tirta II, PALYJA, Indonesian Power, PSDAL LP3ES, lembaga swadaya masyarakat juga masyarakat sekitar yang peduli dengan nasib Sungai Citarum, serta pengiat donatur baik pengusaha nasional dan internasional untuk menyumbangkan sebagian rezekinya untuk merevitalisasinya, sosialisasi dan pendidikan upaya penyelamatan kepada masyarakat setempat yang tinggal di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum.

Pustaka Citarum butuh partisipasi dan tetap memerlukan banyak perhatian dari berbagai sektor dalam upaya pelestarian Sungai Citarum. Kajian pustaka ini akan ditunggu dan dinikmati oleh generasi penerus bangsa mendatang. Semoga menjadi budaya pustaka yang bermanfaat untuk diwariskan.

Penulis adalah Pustakawan yang bekerja di Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Magelang. Asal domisili di daerah Bekasi Timur, Jawa Barat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline