Seperti yang pernah saya ceritakan sebelum-sebelumnya, kalau pagi hari, selalu berusaha menghindari untuk bertemu dengan Boros. Tapi, hari ini benar-benar apes. Belum sempat saya mengenakan sepatu agar segera ke tempat kerja, Boros sudah berdiri di hadapan pintu. Sebagai orang TiMor (Tinggi Moral), saya persilakan Boros masuk dan menunda berangkat kerja. Saya percaya, berkat Tuhan bisa mengalir lewat semua orang, termasuk sama si Boros.
Baru saja bokongnya menyentuh kursi, Boros langsung bilang, "Sudah lama sekali kita tidak ngobrol, Bang. Rindu rasanya, apalagi akhir-akhir ini banyak isu penting".
"Ah, bahasa mu itu lho, kayak pengamat di TV saja, serius amat. Santai saja. Sana, buat kopi dulu baru lanjut ceritanya".
Boros segera melaksanakan amanah dengan cekatan. Maklum, dia sudah terbiasa datang di tempat saya, seperti rumahnya sendiri. Itulah sebabnya saya juga tidak segan meminta dia menyeduh kopi buat diminum bersama.
"Bang, katanya harga rokok akan naik jadi 50 ribu sebungkus ?", Tanya Boros saat meletakkan dua gelas kopi di meja bundar yang kami kelilingi.
"Itu cuma hoax. Awalnya dari sebuah penelitian seorang profesor di FKM UI sana. Intinya, disimpulkan dari hasil penelitian mereka, kalau harga rokok dinaikkan sampai 50 ribu, sebagian besar perokok akan behenti. Saat hasil penelitian itu dipublikasi, entah siapa dan bagaimana, tersiar kabar dengan viralnya, harga rokok naik menjadi 50 ribu".
"Oh, syukurlah, hehehe..."
"Kenapa kamu tertawa, Boros ?"
"Saya kira, Bibi penjual rokok di ujung gang itu tidak mengetahui berita tentang naiknya harga rokok, sehingga saat beli tadi, harganya masih normal. Padahal, saya yang mendapat informasi keliru. Duhh..."
Saya menyeruput kopi perlahan, merasakan pahit-manis sekaligus. Seperti sedang menikmati hidup, ada sisi pahit sekaligus sisi manisnya. Semuanya itu, nikmat.
Boros mengambil sesuatu dari saku bajunya, sebatang rokok yang tinggal setengah bagian saja. Katanya sisa rokok tadi pagi. Sengaja disimpan biar hemat. Setelah meneguk kopi beberapa kali, Boros menyalakan rokok, dan mengisapkan dalam-dalam. Asap mengepul di udara. Karena ruangan sempit, asapnya dengan cepat memenuhi ruangan. Saya mengibas tangan 5 cm di hadapan hidung. Sia-sia, sejago apapun saya mengibas, pasti ada asap yang tidak sengaja terhirup.