Sudah cukup lama saya tidak menulis di blog keroyokan Kompasiana ini. Banyak alasan yang sering menghambat, tapi tidak perlu saya umbar di sini karena hanya akan menimbulkan kesan sebagai orang yang pandai beralasan. Meski begitu, keinginan untuk berlatih menulis belum benar-benar “mati”, makanya sekarang saya ingin mengisahkan perjalanan rekreasi kemarin (Sabtu, 15 November 2014) bersama mahasiswa Akper Maranatha Kupang ke Batu-Malang. Paling tidak, pengalaman perjalanan kemarin, memampukan saya merangkai kalimat agar bisa dinikmati yang lainnya (pembaca).
[caption id="attachment_335949" align="aligncenter" width="300" caption="Mahasisa/i AKM berfoto di halaman pintu masuk Jatim Park 1"][/caption]
Rekreasi selepas praktik
Sebelum saya bercerita lebih jauh, perlu diketahui dulu alasan keberadaan mahasiswa Akademi Keperawatan Maranatha (selanjutnya disebut AKM) di Surabaya. Sudah menjadi agenda rutin tiap tahun, mahasiswa semester V AKM melakukan praktik klinik Keperawatan Jiwa II di RSJ Menur Surabaya. Praktik ke luar daerah ini dilakukan karena di NTT belum ada rumah sakit jiwa yang representatif. Bukan hanya AKM, kampus keprawatan lain di NTT juga sebagian besar menfasilitasi mahasiswanya praktik keperawatan jiwa di Surabaya.
[caption id="attachment_335956" align="aligncenter" width="300" caption="Suasana dalam bus saat berangkat ke Batu."]
[/caption]
Praktik klinik telah usai. Mahasiswa/i AKM melewati proses dengan baik. Mahasiswa/i senang, Dosen pembimbing turut senang pula. Sebagai bentuk apresiasi, Dosen pembimbing dan mahasiswa bersepakat untuk berwisata. Selain itu, aktivitas praktik yang mewajibkan mahasiswa mengikuti berbagai aturan, mengerjakan berbagai tugas, melakukan presentasi tugas, dan sebagainya bisa membuat pikiran penat. Rekreasi menjadi penawar sekaligus mengenjot kembali semangat dan pikiran yang fresh. Jatim Park yang berlokasi di Kota Batu-Malang menjadi tujuan yang disepakati.
Sebagai alumni dan telah menjadi bagian dari AKM, saya juga ikut mengambil bagian dalam perjalanan wisata kali ini. Bahagia sekali rasanya bisa ikut bersama mereka. Saat masih menjadi mahasiswa AKM dulu, sekitar tahun 2011 saya juga bersama-sama teman seangkatan datang praktik kilink keperawatan jiwa di Surabaya. Kala itu, dari seluruh mahasiswa dibagi menjadi dua gelombang. Saya masuk gelombang pertama, saat itu selepas praktik kami berkunjung ke jembatan Suramadu. Sementara teman-teman gelombang kedua berwisata ke Jatim Park. Jelas berbeda suasananya, dan semua sepakat teman-teman gelombang kedua mendapat kesempatan yang lebih baik dari pada gelombang pertama. Kondisi ini dimanfaatkan teman-teman buat bahan olokan (dalam konteks bercanda). Kurang lebih mereka bilang seperti ini: “Hmmmm, teman-teman gelombang I hanya pergi lihat jembatan saja kemudian pulang. Lalu, jaraknya dekat dengan Surabaya, apa bagusnya ?”. Lalu, mereka terus menimpali, : “Kami yang gelombang kedua bisa berwisata ke Malang, tepatnya di kota wisata Batu. Banyak permainan moderen yang bisa dinikmati, pemandangannya indah, pokoknya bagus...”. Merespon hal tersebut, kami juga berusaha mempertahankan keunggulan melihat jembatan Suramadu. Sementara itu, masih teringat jelas, saya juga sempat menjawab begini: “Ia, mungkin itu sudah menjadi kesempatan atau rejeki yang kalian dapat. Saya yakin, suatu saat kami juga bisa berkunjung ke sana”. Dan, mimpi itu sudah terwujud sekarang, puji Tuhan..!
Maaf, saya mencampur-aduk kisah perjalanan kemarin dengan kejadian 3 tahun lalu. Baiklah, kita kembali lagi ke inti cerita. Sabtu pagi, di asrama tempat mahasiswa menginap sudah sibuk bersiap diri. Kelihatannya sangat bersemangat, semuanya rapi, yang pria ganteng-genteng dan ceweknya cantik-cantik. Perlengkapan perjalanan seperti kamera, kacamata hitam (sunglasses), dan lainnya tidak ketinggalan. Kurang lebih jam 07.30, kami berangkat dari Surabaya menuju Malang.
[caption id="attachment_336022" align="aligncenter" width="300" caption="Menikmati perjalanan sambil bernyanyi dalam bus"]
[/caption]
Sepanjang perjalanan, ada yang tidur, ngobrol, dan sebagiannya lagi bernyanyi. Beruntung bus yang kami sewa memiliki fasilitas karaoke. Tidak peduli dengan kualitas suara, yang penting bisa ikut bernyanyi dengan gembira. Mulai dari lagu dangdut, pop, hingga slow rock kami nyanyikan. Memang koleksi VCD terbanyak adalah lagu dangdut koplo. Tidak salah kalau Project Pop punya lagu berjudul: “dangdut is the music of my country”. Tanpa sadar, tubuh pun ikut bergoyang kecil mengikuti dentuman irama dangdut yang menggoda.
[caption id="attachment_335965" align="aligncenter" width="300" caption="Mahasiswa/i AKM Memasuki area Jatim Park 1"]
[/caption]
Jatim Park 1: Taman Belajar dan Rekreasi
Jam 10.30 kami tiba di Jatim Park 1 Kota Batu, kurang lebih 20 KM sebelah barat dari Kota Malang. Tidak terasa, sekitar 3 jam lama perjalanan dari Surabaya. Memang pagi itu lalu lintas cukup padat-lancar, karena banyak yang berpergian saat akhir pekan. Tanpa berlama-lama lagi, kami segera membeli tiket dan segera memasuki area taman. Sejak dari lobby pintu masuk, akivitas foto-foto bersama maupun selfie menjadi sesuatu yang lumrah. Ia, siapa pun Anda, saya yakin saat mengunjungi tempat wisata jika tidak foto-foto akan terasa belum lengkap. Apalagi dengan kemajuan teknologi sekarang, semua orang mempunyai kamera yang terintegrasi dengan HP. Makanya dalam tulisan ini saya selipkan foto hasil jepretan selama perjalanan.
[caption id="attachment_335966" align="aligncenter" width="300" caption="Memasuki arena pertama, etnik di Indonesi"]
[/caption]
Sesuai namanya, taman ini menyajikan berbagai fasilitas belajar dan sarana rekreasi. Kita bisa belajar tentang budaya/etnik yang ada di Indonesia khususnya Jawa Timur, belajar tentang fisika, biologi, kimia, sejarah, tanaman sayur, dan lainnya. Sarana rekreasi juga tersedia cukup lengkap dengan permainan moderen yang sangat menantang, memacu adrenali pengunjung. Wahana ini memungkinkan kita bisa berteriak sepuas-puasnya, sehingga beban hidup atau stress bisa dihilangkan. Pokoknya, kita akan “feel free”.
[caption id="attachment_336029" align="aligncenter" width="300" caption="Galeri etnik ponorogo"]
[/caption]
Begitu memasuki area taman, kita disuguhi beberapa galeri etnik yang ada di Indonesia. Beberapa yang saya ingat, ada galeri etnik Papua, Madura, Ponorogo, Tionghoa, dan lainnya. Semuanya tertata dengan indah, membuat pengunjung ingin berfoto di sana. Selanjutnya kita akan menikmati berbagai sarana belajar yang lainnya seperti fisika, biologi dan kimia. Layaknya sebuah laboratorium sains, di sana kita bisa mencoba berbagai alat sebagai pengembangan ilmu tersebut.
[caption id="attachment_336030" align="aligncenter" width="300" caption="Di galeri penerapan ilmu sains"]
[/caption]
Keluar dari area sains, kita bisa menikmati pemandangan bermacam-macam tanaman sayur dan buah-buahan. Setiap pohon diberi label yang berisi nama tanaman tersebut. Tidak jauh dari situ kita juga bisa menikmati berbagai miniatur candi dan relief. Area ini dinamakan taman sejarah. Selain miniatur candi dan berbagai relief patung tokoh-tokoh zaman itu, disana kita juga bisa melihat sejarah perkembangan mata uang yang digunakan di Indonesia dari berbagai masa.
[caption id="attachment_336036" align="aligncenter" width="300" caption="Memasuki arena aneka buah dan sayur"]
[/caption]
[caption id="attachment_336037" align="aligncenter" width="300" caption="Taman sejarah. Terlihat unik, ada relief "]
[/caption]
Selanjutnya, kita bisa belajar sejarah kemerdekaan bangsa kita melalui Diorama Momentum Sejarah Nasional. Anda tahu “diorama” ? Awalnya saya juga tidak tahu, dan mungkin banyak pula yang seperti saya. Biar familiar, saya jelaskan arti kata diorama tersebut. Diorama adalah sajian pemandangan dalam ukuran kecil yang dilengkapi dengan patung dan perincian lingkungan seperti aslinya serta dipadukan dengan latar yang berwarna alami; atau bisa juga diartikan sebagi pola atau corak tiga dimensi suatu adegan atau pemandangan yang dihasilkan dengan menempatkan objek dan tokoh di depan latar belakang dengan perspektif yang sebenarnya sehingga dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Sesuai arti nama tersebut, gambaran sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia dibuat seperti gambar yang nyata. Latar belakang dan miniatur manusianya diatur persis keadaan kala itu dulu. Jika Anda pernah ke Monas-Jakarta, diorama tentang sejarah kemerdekaan hampir sama seperti yang ada di Jatim Park.
[caption id="attachment_336040" align="aligncenter" width="300" caption="Pak Bone (kiri) dan Pak Agus (kanan), Dosen pembimbing mahasiswa sedang berjalan menuju Diorama Momentum Sejarah Bangsa Indonesia."]
[/caption]