Tulisan ini merupakan seri kedua dari cerita perjalanan saya berlibur ke Kota Bandung. Misalnya Anda belum membaca tulisan pertama, silahkan baca dengan klik di sini. Cerita sebelumnya berakhir pada saat saya tiba di kontrakan teman-teman dari NTT.
[caption id="attachment_348485" align="aligncenter" width="336" caption="Pintu masuk alun-alun Kota Bandung"][/caption]
Senang bisa bertemu kembali dengan banyak sahabat dari NTT. Mereka berjumlah 24 orang, tinggal serumah. Ramai sekali. Mereka menerima saya dengan baik, terlihat dari senyuman dan ekspresi wajahnya. Ia, memang sebelumnya sudah pernah kenal, makanya saya semakin betah nginap di tempat mereka.
[caption id="attachment_348486" align="aligncenter" width="448" caption="Alun-alun Kota Bandung; rumput sintetis yang hijau dengan latar Masjid Raya Bandung yang megah."]
[/caption]
Saya memilih beristirahat sejenak. Perjalanan jauh dengan KA cukup melelahkan juga. Apalagi sore harinya berencana mengelilingi Kota Bandung, sekedar melihat suasananya sambil memotret. Tidak lama kemudian, teman-teman mengajak saya makan siang. Ternyata mereka sudah menyiapkan santapan siang yang istimewa. Bahagia sekali rasanya diperlakukan seperti itu.
[caption id="attachment_348487" align="aligncenter" width="448" caption="Alun-alun Bandung (Kiri-kanan: Bella, Asty, Rino, Allyn, Anita, Rian Tiarno/RITI)"]
[/caption]
Jam 16.00 saya meminta beberapa teman untuk menemani ke alun-alun Kota Bandung. Mengenai alun-alun ini, sebelumnya saya telah membaca berita di Kompas.com ketika peresmian saat pergantian tahun 2015 kemarin. Tentunya saya penasaran melihat secara langsung wujudnya. Ada 6 orang teman yang ikut bersama saya, sehingga totalnya kami bertujuh.
[caption id="attachment_348489" align="aligncenter" width="448" caption="Alun-alun Kota Bandung (Kiri-kanan: Rian, Rino, Saver)"]
[/caption]
Dari kontrakan –di jalan Kopo- kami menggunakan angkot menuju alun-alun. Saya tidak paham dengan jalur angkot di sana. Pokoknya, mengikuti petunjuk dari teman-teman saja. Karena setiap angkot memiliki rute tertentu, terpaksa ada kalanya kami berjalan kaki saja hingga sampai tujuan. Beruntung jaraknya tidak begitu jauh dan suasana Kota Bandung yang adem membuat nyaman walaupun jalan kaki.
[caption id="attachment_348490" align="aligncenter" width="448" caption="Salah satu sudut alun-alun Kota Bandung"]
[/caption]
Dari jauh, alan-alun sudah tampak ramai. Banyak orang berjubel di sana. Semakin dekat, semakin terasa begitu crowded. “Wahh..”, begitu ekspresi spontan yang saya lontarkan saat melihat dari dekat. Alun-alun yang berdampingan dengan Masjid Raya Bandung ini memang sangat menarik banyak pengujung. Rumput hijau sintetis yang membentang seluas 4.8000 meter persegi yang berada tepat di depan halaman Masjid menambah keindahannya. Banyak pengujung yang berfoto, duduk menikmati keramaian ataupun tidur-tiduran di atasnya bersama teman, pacar, anak, dan keluarga. Jika ingin masuk ke sana, kita harus melepas alas kaki. Begitulah aturan yang sudah diterapkan agar rumputnya tidak cepat kotor dan rusak.
[caption id="attachment_348491" align="aligncenter" width="448" caption="Masuk alun-alun tanpa alas kaki"]
[/caption]
Sebagaimana yang lainnya, kami juga tidak mau ketinggalan untuk foto di sana. Selain itu, rencananya kami ingin melihat pemandangan Kota Bandung dari ketinggian menara Masjid. Begitu hendak membeli tiket, ternyata jam pelayanan sudah tutup karena sudah sore. Sedikit kecewa, tapi tetap terbayarkan dengan keindahan dan keramaian di alun-alun.
[caption id="attachment_348493" align="aligncenter" width="448" caption="Di salah satu sudut alun-alun"]
[/caption]
Merasa sudah puas menikmati suasana di alun-alaun, teman-teman mengusulkan untuk mengunjungi spot yang lain di Kota Bandung. Katanya tidak kalah menarik dengan alun-alun. Saya setuju saja dan senang bisa diajak ke banyak tempat oleh mereka. Kali ini mereka mengajak saya ke taman Dago. Di sana, pada taman terdapat tulisan “DAGO” ukuran raksasa, yang letak huruf satu dengan lainnya berjauhan. Agar bisa disatukan dalam sebuah foto, kita mesti berfoto di depan setiap huruf tadi, lalu hasilnya digabung (edit) membentuk tulisan “DAGO”. Saya juga sempat membaca beberapa poster yang ditempel di sana, ternyata Car Free Day Kota Bandung dilaksanakan di daerah Dago.
[caption id="attachment_348494" align="aligncenter" width="224" caption="DAGO Style.."]
[/caption]
Di sana juga saya melihat tulisan “B D G, Bandung Emerging Creative City”. Bagi saya, ini termasuk ikon Kota Bandung karena sering melihatnya pada foto ilustrasi berita tentang kota yang dipimpin Pak Ridwan Kamil. Karenanya, foto di depan tulisan tersebut menjadi suatu keharusan. Belum dikatakan pernah ke Bandung kalau belum foto di sana.
[caption id="attachment_348496" align="aligncenter" width="336" caption="Bandung, Creative City"]
[/caption]
Perjalan sore itu cukup menguras tenaga. Di Dago, teman-teman sudah mulai mengeluh lapar. Mungkin karena terlalu banyak jalan kaki. Beruntung banyak penjual roti bakar di sekitar taman Dago. Kami mengganjal perut dengan jajanan yang lezat itu sambil menikmati dinginnya udara sore hingga matahari terbenam.
[caption id="attachment_348499" align="aligncenter" width="448" caption="Menikmati roti bakar di taman Dago"]
[/caption]
Sehabis makan, kami bersepakat untuk pulang. Sudah capek. Masih ada kesempatan esok harinya untuk mengeksplor setiap sudut Kota Bandung. Pulang ke kontrakan dulu, istirahat, pulihkan tenaga dan spirit sebagai penjelajah sejati.