Lihat ke Halaman Asli

Saverinus Suhardin

Perawat penulis

Bandung #5: Nuansa Makan di Floating Market Lembang

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1423064280677528168

[caption id="attachment_349373" align="aligncenter" width="448" caption="Pintu Masuk Floating Market Lembang"][/caption]

Cerita sebelum berakhir saat pulang dari puncak Tangkuban Parahu (baca di sini). Saya meminta Lalonk berhenti di warung makan yang ada di sepanjang jalan. Tapi dia diam saja. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 14.00. Sudah waktunya untuk makan siang. Saya sangat lapar, apalagi dengan cuaca yang dingin. Tubuh selalu berdaptasi dengan lingkungan sehingga membentuk mekanisme kompensasi. Saat dingin, tubuh tetap mempertahankan suhu inti tubuh (suhu organ dalam tubuh) dengan mekanisme menggigil. Kegiatan itu meningkatkan metabolisme (pembakaran zat makanan), sehingga cadangan makanan dalam tubuh menipis. Gejala yang sering terasa, kita mulai ingin makan (lapar).

Lalonk terus melaju. Saat bertanya arah jalan sama polantas yang sedang bertugas, barulah saya ingat, kami sudah berencana mengunjungi tempat wisata lain lagi. Kali ini, lokasinya di Lembang. Kebetulan sedang melewati wilayah tersebut, tidak ada salahnya memanfaatkan peluang lain. Inilah yang dinamakan “sekali dayung, 2-3 pulau terlampau”.

[caption id="attachment_349376" align="aligncenter" width="336" caption="Danau Floating Market Lembang"]

14230645841495711109

[/caption]

Kami mengunjungi tempat wisata yang tidak kalah unik dan sudah dikenal luas. Namanya Floating Market Lembang. Di sama terdapat pasar apung pada sebuah kolam buatan yang didesain dengan menarik. Selain itu, kita juga akan disuguhi pemandangan taman yang indah, miniatur kehidupan kampung leuit, dan lainnya.

[caption id="attachment_349398" align="aligncenter" width="448" caption="Perahu yang disewa pengunjung"]

1423065798758346719

[/caption]

Pengunjung ramai ke sana. Saat memasuki gerbang masuk saja sudah terjadi antrian mobil (bus) dan motor pengunjung. Jika menggunakan sepeda motor, kita harus membayar biaya masuk Rp. 35.000, sudah termasuk tiket untuk dua orang dan biaya parkir.

Pusat Jajanan

Dari tempat parkir, kita langsung memasuki arena wisata. Telihat perahu di pinggir kolam, dimana menjadi tempat orang berjualan makanan. Di sana tersedia juga tempat duduk yang disediakan khusus bagi pengunjung yang ingin makan.

[caption id="attachment_349377" align="aligncenter" width="448" caption="Penjual menjajakan makanan di atas perahu"]

14230646961018853955

[/caption]

Kami tidak langsung membeli makanan. Saya ajak Lalonk untuk jalan mengelilingi kompleks wisata, sembari memantau jenis makanan yang tersedia beserta informasi harga tiap porsinya. Dari pinggir danau kami menyaksikan banyak pengunjung yang menyewa perahu kecil untuk menyusuri setiap sudutnya. Selain untuk pasar terapung, kolam tersebut juga dimanfaatkan untuk memelihara ikan. Banyak pula pengunjung yang membeli pakan ikan demi melihat serunya mereka berebut makanan. Semuanya terlihat indah dan seru.

[caption id="attachment_349378" align="aligncenter" width="448" caption="Ikan peliharaan di kolam Floating Market Lembang"]

14230647831033293280

[/caption]

Kampung Leuit

Seperti yang telah saya singgung sebelumnya, tempat wisata ini dikuatkan dengan desain taman yang tertata rapi, bunga-bunga dari berbagai varietas, ukiran, lukisan, dan berbagai aksesoris lainnya. Hampir semua pengunjung berfoto di sana, termasuk saya dan Lalonk.

Dari tempat penjual makanan, lalu melewati jalan setapak dengan taman yang indah tadi, tibalah kami pada kompleks Kampung Leuit. Apa lagi itu ? Menurut cerita, Leuit adalah tempat penyimpanan padi masyarakat Sunda zaman dulu. Karena bangunan tersebut sudah tidak terlihat lagi pada era modern ini, maka dibuatlah miniturnya di Floating Market. Suasananya persis seperti kehidupan di dusun terpencil.

[caption id="attachment_349379" align="aligncenter" width="448" caption="Pintu masuk miniatur kampung leuit"]

14230649331664561013

[/caption]

Memasuki pintu gerbang kampung leuit, terdapat pameran lukisan kehidupan mereka zaman dulu. Mulai dari alat musik, jenis bangunan tempat tinggal, dan berbagai jenis tanaman pertanian yang mereka kembangkan. Lebih lanjut, kita memasuki suasana kampung sesungguhnya. Terdapat hamparan sawah, padinya sudah mulai menguning. Meski tidak begitu luas, pemandang seperti itu sudah merepresentasi suasana kehidupan suatu kampung. Selain itu, tanaman lain yang lazim ada di kampung juga ada di sana. Misalnya pohon pisang, bambu, berbagai jenis sayuran dan buah-buahan. Ada juga tambak mini yang dijadikan tempat mancing bagi pengunjung yang sudah membeli tiket khusus untuk itu. Di antara berbagai tanaman tadi, terdapat pula pondok atau gubuk tempat beristirahat.

[caption id="attachment_349381" align="aligncenter" width="448" caption="Gubuk ditengah perkebunan kampung leuit"]

14230650301735382326

[/caption]

Tempat Bermain

Floating Market (FM) juga menyediakan fasilitas bermain bagi anak-anak. Jika ingin mengelilingi kompleks FM bersama sang buah hati, bisa menggunakan kereta jika tidak ingin jalan kaki. Ada juga becak mini yang bisa disewa. Saya perhatikan banyak anak-anak bersama orang tua atau pendamping menikmatinya.

[caption id="attachment_349397" align="aligncenter" width="448" caption="Seorang anak memberi makan kelinci"]

1423065645743634721

[/caption]

Ada juga kandang kelinci, menjadi tempat favorit bagi anak-anak. Mereka diperbolehkan masuk untuk memberi mereka makan berupa wortel. Pancaran kebahagiaan anak terlihat dari wajahnya. Mereka senang bermain dengan kelinci yang berperawakan manis, lembut dan terkesan lucu menggemaskan. Kelinci-kelinci juga nampak girang diberi makanan gratis. Mereka lompat sana-sini, menggoda anak-anak agar diberikan wortel.

Alat Tukar Khsusus

[caption id="attachment_349399" align="aligncenter" width="448" caption="Tempat penukaran koin"]

142306594591084138

[/caption]

Setelah menyusuri hampir sebagian besar kompleks FM, kami memutuskan untuk makan. Meski masih dalam wilayah NKRI, para penjual tidak menerima uang rupiah yang biasa kita pakai sehari-hari. Jika mau membeli makanan, kita mesti menukar uang kita pada tempat yang telah disediakan. Nantinya, kita akan menerima uang berbentuk koin dengan jumlah nominal yang sama. Uang 50 ribu, tetap akan diganti dengan jumlah yang sama. Bentuknya saja yang berbeda. Penukaran uang ini tidak semacam penukaran uang dari rupiah menjadi dollar, dimana harus mengeluarkan rupiah dalam jumlah yang banyak demi mendapat satu dollar saja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline