Bab 1: "Pagi yang Nyaris Sempurna" (Lanjutan)
Joko berdiri terpaku di depan jendela kantor, memandangi celananya yang sobek dengan perasaan campur aduk antara malu dan pasrah. Dalam hatinya, dia bertanya-tanya, "Apakah ini bentuk karma dari dosa-dosa kecil masa lalu? Atau ini hanya lelucon semesta yang benar-benar tidak lucu?"
Kekacauan ini membuat beberapa rekan kerjanya semakin riuh tertawa. Salah satunya, si Tatang, yang selalu menjadi biang keributan di kantor, segera menghampirinya dengan senyum lebar di wajah.
"Wah, Joko! Style baru, ya? Celana robek di bagian... ehm, penting," Tatang menggoda, matanya berkedip nakal. "Keren, bro! Mungkin nanti bisa jadi tren fashion di Paris."
Joko hanya bisa menghela napas sambil menatap Tatang yang asyik tertawa. Ia tidak sanggup lagi menanggapi komentar-komentar konyol. Dengan langkah hati-hati, ia masuk ke dalam kantor, berusaha agar sobekan di celananya tidak terlalu menarik perhatian.
Sayangnya, begitu ia melangkah masuk ke dalam ruangan, seluruh mata karyawan langsung tertuju padanya. Celana yang sobek, rambut yang masih sedikit lengket akibat insiden kecap, dan noda kopi di bagian depannya---semua itu membuat Joko terlihat seperti korban bencana alam kecil yang baru saja lewat.
"Joko, kamu ngapain tadi pagi? Shooting film action?" celetuk Maya, si resepsionis yang terkenal suka ngegosip. Tatapan matanya penuh rasa penasaran campur geli.
"Ah, nggak, cuma... ya, hari yang nggak terlalu bagus," jawab Joko sekenanya sambil tersenyum masam.
Joko buru-buru menuju mejanya, berusaha menghindari lebih banyak tatapan dan komentar yang mungkin akan membuatnya ingin merangkak ke bawah meja. Setelah duduk, ia berharap bisa setidaknya bersembunyi di balik monitor komputernya dan melupakan semua kejadian hari itu.
Namun, seperti biasa, hidup tak pernah semudah itu. Tepat ketika ia mulai merasa aman di mejanya, suara lantang Pak Budi, bos besar yang selalu serius, menggema di seluruh ruangan.
"Joko, ke ruangan saya sekarang!" serunya dari seberang ruangan.