Lihat ke Halaman Asli

Japan Airlines-pun Bisa Bangkrut

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Siapa sangka bahwa sebuah maskapai penerbangan sebesar Japan Airlines (JAL), atau Nihon Koku seperti sebutan orang Jepang, akhirnya bisa juga bangkrut? Berita ini benar! Tanggal 19 Januari 2010 yang lalu, maskapai legendaris ini menyatakan dirinya bangkrut dan secara resmi meminta perlindungan pengadilan di Jepang dari para kreditornya.

Legenda JAL bermula pada saat didirikan tahun 1951. Sejalan dengan kebangkitan ekonomi Jepang, sebagai negara yang kalah perang melawan Sekutu, JAL tumbuh sebagai maskapai penerbangan Asia yang terbesar dalam hal jumlah pendapatan usaha. Pada waktu maskapai nasional kita, Garuda Indonesian Airways berjaya di akhir dekade 1970-an dengan nakhoda perusahaan Wiweko Soepono, Garuda dijuluki sebagai maskapai penerbangan terbesar di belahan bumi selatan dan terbesar ke dua di Asia setelah Japan Airlines. Bagi masarakat penerbangan di Asia, JAL adalah ”saudara tua” karena jati diri Asia-nya yang sangat kental di dalam kancah pergaulan internasional. Hal ini kontras dengan sosok maskapai Cathay Pacific atau Singapore Airlines. Walaupun jaringan operasi penerbangan ke dua maskapai kelas dunia, pembawa bendera negara Asia ini merajai di lima benua, tapi jati diri mereka tidak terlalu “Asia” dan lebih kosmopolitan. Sejak diprivatisasi tahun 1987 JAL selalu rugi. Selama satu dasawarsa terakhir sudah tiga kali mendapat dana talangan (bail out) dari pemerintah dan dalam waktu dekat akan mendapat suntikan lagi sebesar 10 juta US$. Jumlah dana talangan yang diperlukan untuk menutupi seluruh akumulasi hutangnya adalah 7 miliar US$.

JAL masuk dalam enam maskapai penerbangan terbesar di dunia, anggota aliansi One World (penumpang) dan WOW (kargo dan pos). Selama 2009 JAL mengangkut sebanyak 52 juta penumpang dan 1,1 juta ton kargo. Maskapai yang punya slogan Dream Skywardini memiliki armada yang terdiri dari 279 buah pesawat, beroperasi ke 220 kota tujuan yang tersebar di 35 negara di dunia. Akan tetapi kinerja bisnisnya ibarat “besar pasak daripada tiang”. Citra JAL sebagai world class airline ternyata tidak identik dengan profitabilitas finansial. Walau sadar akan karakter bisnis airline yang padat modal, padat teknologi, padat informasi dan padat karya, pada kenyataannya JAL tidak dikelola secara efisien. Struktur organisasi yang “gemuk” baik di tingkat holding maupun di anak-anak perusahaan membuat mereka tidak mampu berreaksi secara cepat menjawab dinamika pasar. Perencanaan armada yang tidak long term oriented menyebabkan keterlambatan dalam hal peremajaan armada. Sementara itu kebijakan pemasaran dilakukan secara sangat konservatif. Dari sekian banyak rute yang diterbangi, hanya ada 11 rute yang tingkat isiannya (load factor) diatas 70%. Sebaliknya, sebanyak 151 rute penerbangan lainnya menghasilkan tingkat isian dibawah 50%. Tingkat isian yang rendah ini menunjukkan tingkat pendapatan usaha yang bleeding namun dibiarkan berlangsung selama bertahun-tahun. Salah satu contohnya adalah rute penerbangan Jepang-Amerika Serikat pp yang terus merugi tapi terus dipertahankan demi gengsi dan prestise pemerintah Jepang. Salah satu keunikan JAL adalah statusnya yang ambigu sebagai entitas usaha milik swasta, tapi tunduk pada kebijakan politik pemerintah Jepang. Selama ini JAL menderita split personality atau jati diri ganda. State own iya, private entreprise iya, tapi kedua-duanya berlaku dari sisi yang membebani saja?

Kinerja bisnis JAL yang buruk ini diperparah dengan persaingannya melawan All Nippon Airways (ANA). Orang Jepang yang sering bepergian melalui udara di dalam negeri Jepang menyebut ANA sebagai É-En-É Koku, yang merupakan pilihan utama mereka, diatas JAL. Sementara itu, kebijakan pemasaran JAL lebih fokus pada bisnis resor dan hotel. JAL berkonsentrasi secara serius pada pasar turis kelas atas. JALPAK adalah anak perusahaan JAL yang bersaing di negerinya sendiri dengan tour operator terbesar di dunia yaitu Japan Travel Bureau (JTB). Bisnis penunjang di bidang perhotelan terdiri dari jaringan hotel President (bintang 2 dan 3) dan jaringan hotel Nikko (bintang 4 dan 5). Di Jakarta misalnya, peran dan kehadiran kantor penjualan JAL di Jalan Jenderal Sudirman selalu dibayang-bayangi oleh subsidiarinya yang bernama JAL-an Tours yang menjual paket wisata. Kita juga masih ingat bahwa JAL pernah membangun resor di Pulau Seribu di teluk Jakarta, yang tidak berusia panjang. Sementara kita mengetahui bahwa secara historis-tradisional JAL menggarap pangsa pasar kelas atas yang loyal, yang terdiri dari pebisnis multi-nasional. Kekekuatan dan daya tarik utama dari produk JAL adalah pada layanan First Class dan Business Class bagi pebisnis yang bepergian tanpa paket dengan frekuensi tinggi secara individual. Pukulan terberat bagi JAL dalam dekade ini adalah serangan wabah flu burung, wabah flu babi dan krisis ekonomi global yang melanda dunia sejak 2008.

Kondisi pailit ini mengharuskan JAL untuk segera berubah. CEO atau Chief Executive Officer yang lama, Haruka Nishimasu menentang keputusan bangkrut ini. Ia diganti oleh CEO yang baru yaitu Kazuo Inamori (77 tahun), pendiri Kyocera Corporation. Inamori bersedia untuk membenahi JAL tanpa gaji dan berjanji untuk merubah JAL secara drastis. Dalam waktu dekat, JAL akan segera merumahkan sebanyak 15.700 karyawannya secara bertahap sampai dengan bulan Maret 2012 nanti. Rute penerbangan akan dikurangi, dan armada pesawat jenis jumbo akan dihapus pada tahun 2015. Organisasi perusahaan induk akan diciutkan menjadi sepertiga di tingkat holding, dan seperdua di tingkat anak perusahaan. Apakah ini berarti bahwa untuk sementara JAL akan di “bonzai” dulu sebagai airline regional dari baru kemudian akan dikembangkan lagi menjadi world class airline lagi? Apakah dalam hal ini Inamori-san akan berhasil dengan strateginya? Bagaimana pula dengan tawaran ambil-alih dari American Airlines dan Delta Airlines? Sejarahlah yang akan menentukan nasib Nihon Koku nantinya tapi yang jelas, JAL hanya punya dua pilihan yaitu, change or die!

Jakarta, 27 Januari 2010

Suhandi Taman Timur

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline