Lihat ke Halaman Asli

Surat Terbuka untuk Shafiq Pontoh, Semoga Bisa Membuka Mata dan Hatimu

Diperbarui: 22 Agustus 2018   21:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Dear Shafiq Pontoh, pengamat sosmed yang luput melihat realitas.

Perkenalkan saya adalah warga kota Ambon, sekaligus penikmat sosial media (baca: netizen). Tentu tidak sehebat anda sang pengamat sosmed Indonesia.

Mengutip "tuduhan" anda yang dialamatkan kepada kami, pemuda Kota Ambon, pada sebuah Talkshow di TV swasta semalam, bahwa kami "celengak-celenguk" ketika mendengar nama Twitter ataupun tentang LINE yang asing. Mungkin anda ada benarnya, mungkin saja. Karena sejujurnya, saya memang jarang ngotak-atik twiter belakangan ini menjelang Pilpres. 

Sebab saya tidak nyaman dengan timeline Twitter yang sesak dengan postingan-postingan pendukung capres dan cawapres. Twitwar yang sedang terjadi mengubah twitter menjadi medan perang dunia maya. Sementara kami, hanyalah orang-orang yang pernah terluka akibat konflik di tahun 1999. Sungguh kami tidak ingin merobek luka lama itu menjelamg konfestasi politik 2019. 

Selain itu, tuduhan anda terhdap kami yang "konon katanya" kebingungan dengan platform LINE. Kami harus akui bahwa sehari-hari keseharian kami memang lebih sering OFFLINE ketimbang ONLINE. Tetapi bukan berarti kami tak mengenal platform itu.   

Duhai om Safiq yang budiman.

Kami harus mengakui bahwa kami memang jarang bersosial media sebab kehidupan sosial kami di dunia nyata masih terlalu jujur dan manis ketimbang sosial media yang penuh kepalsuan. Namun bukan itu maksud tulisan ini. Melaui surat ini, saya ingin tahu sejauh mana anda mengenal (kehidpuan) kami.

Tahukah anda bahwa ada harga ketidakadilan yang harus kami bayar untuk sekedar eksis di sosial media. Selain harga paket internet yang berkali lipat dibandingkan dengan di Bandung kota asalmu atau Jakarta kota tempatmu tinggal. 

Disini, di kota manise ini, jaringan 4G belum tersebar merata keseluruh pelosok. Itulah mengapa bersosial media disini tak seperti tempatmu yang lebih terjangkau dan lebih mengasyikan. Mungkin hal ini tidak penting bagi anda, sebab om hanyalah seorang penikmat dan bukan pengamat.

Untuk itu, sesekali tinggalah lebih lama di kota kami. Bukan hanya singgah sebentar sebagai seorang pembicara lalu engkau kembali ke tempatmu dengan kesimpulan bahwa kami tak kenal sosmed. Kenalilah kami lebih dalam sebalum engkau menilai kami.

Tapi tak mengapa, engakau telah meminta maaf dan mengakui kehilafanmu. Sebagai warga negara dan warga dunia maya, kami memaafkanmu dengan setulus hati dan tanpa dendam. Terima kasih karena ucapanmu semalam, telah mengingatkan kami bahwa ada pekerjaan besar yang harus kami lakukan untuk paling tidak bisa setara dengan kalian yang berada di bagian barat Indonesia.

Salam manis

Kompasianer Amboina




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline