Lihat ke Halaman Asli

Kopipaste Nasib Tani

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

kusruput secangkir kopi panas beberapa menit tadi. hmm ... nikmat serasa lemaskan kekakuan otot kaki. sayang, aroma bercampur hawa gelisah pergolakan kaum palawija, teh, kopi, cengkeh, tembakau tersedu risau sejak bertahun-tahun lampau. suara petani, buruh, perajin hasil kebun dan ikan kian menghitam kecoklatan: kenapa produsen negeri seberang gemar merecoki tata niaga kami? siapa mengundang mereka duduk di teras ladang dan huma ini?

kusulut batang rokok klobot tersalut ampas kopi. kunyahan singkong rebus menjelma getuk lindri. kelebat bini memetik terong, petai, cabe, bahan ragi sekedar menyaji menu sarapan pagi. anak-anak terlambat bangun di musim liburan sesekali, paling-paling hanya bisa melancong di pematang desa bukit tinggi

berita koran, radio, televisi masih kedengaran aneh. beras, kedelai, madu ajeg dipasok luar negeri. unsur hara tanah di sini tidakkah bertahan setia, kudengar sekelompok penghulu botani enggan menyemai bibit atau sebarkan pupuk olahan beta

wahai petani, nelayan, dan perajin, siapakah wakil rakyat kita di istana? sudahkah punya jejaring massa terpilin-ikat semangat bela sepanjang katulistiwa, dari tanah rencong di timur hingga puncak soekarno di barat? sambil minum kopi tubruk buatan perhutani, mengasam cengkeh kendari, menghisap kretek tembakau lintingan demak atau kediri, menyuling teh cap pasundan kota hujan, kita ingat saja lagi, kenapa memilih mereka jadi wali? sementara, boleh dijawab dengan kerja rodi, berteman matahari, menanam, menyiangi, merawat bumi. agar saat panen nanti tak sampai terlalu kecewakan rombongan bapak bupati

tak usah ikutan menyusul teman nimbrung kongkow di kantor mantri. tak perlu mengelus nadi lipatan rupiah tinggal beberapa lembar terselip di celana atau peci. sama saja juntrungnya, kopipaste nasib tani dikebiri ulah bangsa sendiri. tapi kalau berani, lihatlah perangai teman kita di pulau garam, menancap baleho bernada geram: selain tretan dilarang bertanam tembakau di karang trunajaya. entah, drama kasat apalagi meretas bumi madura.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline