Lihat ke Halaman Asli

CABANGWAKTU

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

aku ingin kembali ke beberapa hulu sejarah peri kemanusiaan yang kini memendam peristiwa luka bernanah, aku bernafsu mencegah pecundang pembawa arah kehidupan yang salah, tapi benarkah beberapa proklamasi bisa direbut tanpa suntingan historis dan baku-darah

aku hendak mengubah hulu peristiwa walau nanti bermuara kedaulatan-kedaulatan di aneka cabang bahkan rantingwaktu, memang lebih nyata bila hari ini mulai kutanam perjuangan hak dengan terus menerjang prahara, daripada ke lorongwaktu menuju dapur peristiwa lampau yang mungkin banyak kutemukan resep memasak menu pergulatan heroik

beberapa ekor aku imajiner tetap menyeruak ke pusat-pusat masa lalu, adonan bahan baku kebebasan kumasukkan ke oven panas membara, lalu muncul beberapa pergerakan kemerdekaan mengantar bangsa ini mengibarkan bendera-bendera liberti, ada lusinan bahkan ratusan perwujudan dalang adikarsa

walau muncul aneka peristiwa kemerdekaan baru di lain cabangwaktu sekalipun, tak dapat kujamin tiadanya kibaran bendera dari kubu-kubu berperang saudara, karena beberapa aku dan beberapa anggota pasukan mengukur perut dan rumah harus sebesar gunung sedalam karang laut seluas pulau-pulau, karena adab hidup diukur sesempit durasi nyawa nyamuk dataran tropika, karena oh, aku seperti tersesat di cabangwaktu entah kapan, tapi kini kepalaku jadi ringan sejak rasakan butiran peluru mengoyak putih otakku

.

.

.

AKUNDAstudio, INDONESIAWAKTU (3)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline