Lihat ke Halaman Asli

Suhairi

Keterangan Profil

Duka Legendaris Dangdut

Diperbarui: 22 Januari 2022   13:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Musik. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Dunia dangdut kini berduka. Pelantun lagu dangdut asal Sumenep, Madura, Imam S. Arifin, meninggal dunia di usianya yang ke-61. Mendiang meninggal dunia pada Jumat (17/12), sekitar pukul 13.00 WIB. Mendiang bukan sekadar meninggalkan orang-orang terdekat, tetapi juga meninggalkan pesan berharga yang tidak akan lapuk dimakan oleh waktu.

Selain memuat seputar cinta, syair lagu yang diciptakan Imam S. Arifin sarat dengan pesan berharga. Salah satu syair lagu yang mengantarkannya menjadi penyanyi dangdut yang dikenal khalayak adalah "Menari di Atas Luka". Syair lagu ini menceritakan tokoh aku yang didera rasa sakit yang luar biasa akibat ditinggal sang kekasih. 

Menari di atas luka adalah dua kondisi yang sangat kontradiktif. Kegiatan menari memiliki semiotika hidup bergembira atau sedang berpesta, sedangkan luka adalah keadaan yang tidak enak.

Kegiatan menari memiliki acuan gerak seluruh anggota tubuh; tangan, kaki, leher, lirikan mata, atau senyum yang mengembang. Kegiatan menari pada umumnya membutuhkan tempat yang agak luas agar sang penari bisa memijakkan kakinya ke sana dan ke mari. Sedangkan kata "luka" identik dengan kata "sakit". 

Menurut (Taylor, 1997), luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka yang terjadi pada kulit berpotensi menimbulkan rasa sakit. Bahkan, rasa sakit itu tidak hanya terjadi pada area luka, tetapi bisa menjalar pada anggota tubuh yang tidak terkena luka. Dalam lagu ini, Imam S. Arifin memang tidak menggambarkan seberapa besar luka yang terjadi pada dirinya.

Syair lagu adalah bagian dari karya sastra. Dalam kajian terhadap karya sastra, kita mengenal pendekatan mimetik. Pendekatan mimetik adalah sebuah pendekatan atau kajian yang menitikberatkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra.

Pendekatan yang memandang karya sastra sebagai imitasi dan realitas (Abrams 1981:89). Walaupun karya sastra merupakan tiruan kenyataan, seorang penulis tidak bisa menulis realitas kehidupan secara utuh, tetapi ada unsur imajinasi yang memperindah hasil karyanya.

Jika dikaitkan dengan "Menari di Atas Luka", Imam S. Arifin menggambarkan kondisi sakit akibat ditinggal orang yang dicintainya. Sebuah luka yang menghampar dan diinjak-injak oleh seorang penari. Ada makna hiperbolis yang dirasakan penderita luka ini. 

Biasanya, luka itu selalu identik dengan darah. Akan tetapi, sejak awal hingga akhir syair lagu, tidak ada kata darah yang dijdikan simbol. 

Rasa sakit akan terasa lebih parah ketika yang terluka adalah hati. Hati yang terluka tidak disertai darah, tetapi rasa sakitnya akan melebihi luka yang berdarah.

Bisa jadi, syair lagu ini merupakan luapan rasa dari kenyataan seorang Imam S. Arifin atau pengalaman orang lain yang ditulis oleh pedangdut asal ujung timur Pulau Madura ini. Inilah yang dimaksud bahwa karya sastra adalah mimesis, sebuah tiruan dari kenyataan sebenarnya. Sebuah tiruan yang diramu dengan imajinasi pengarang. Pengalaman seorang penulis akan mempengaruhi terhadap hasil karya yang diciptakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline