Lihat ke Halaman Asli

halub©

Puisi, Cermin, Cerpen, dan Refleksi.

[Salah Mendidik #1] #2

Diperbarui: 2 Januari 2024   11:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Imagebam

.

   Cukup sulit juga untuk mengerti orang baru, yang---apalagi pihak sana terlalu tinggi harapan agar dimengerti. Setelah dia sedikit bercerita tentang kekusutan anak laki-lakinya.

   Terlihat agak tenang. Teman barunya masih siap mendengarnya. "Kau tahu?" Katanya, jeda sejenak lalu lanjut lagi bicara, "anak itu sudah mati-matian berusaha, tapi apa daya. Lawannya komplotan iblis. Dan akhirnya dia mengibarkan bendera putihnya.

   "Entah dia benar-benar lega, atau masih ada dendam yang urung usai. Atau ada sesal yang begitu---mendalam. Sebab telah banyak habiskan apa yang dipunya bukan pada tempatnya, seolah membuang-buang umur begitu saja.

   "Aku sudah berapa kali menasehatinya. Selembut mungkin. Tapi nampaknya belum begitu berdampak. Biarpun dia tersenyum, aku paham, hatinya yang terdalam sedang menjerit tak karuan.

   "Terlebih Mamanya lagi keras, menyuruhnya agar tak lagi bermain-main dengan iblis amanojaku. Kata Mamanya, 'masih berani kau coba bunuh diri, dengan mendekati iblis itu, yang sudah jelek, buruk pula perilakunya. NAJIS!

   "'Maksud Mama, bukan berarti kau boleh bermain dengan iblis kalau iblis itu cantik, manis dan semisalnya. Berkawanlah dengan manusia Nak.'"

   "Istriku tak kuat membendung tangis, anak lelakiku terdiam. Sekarang tubuhnya mengurus. Seolah tak terurus. Entah mimpi apa, aku pun heran Lad. Bisa-bisanya anakku nikah dengan iblis. I, in, ini sangat menyakitkan." Ladnemi menelan ludah, hampa. 

   Aduh kawan baruku ini, kenapa!?

   Pmg, 020124, 14.21, halub

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline