.
Asap berterbangan liar, sumber belum jelas lagi, tapi lalu lalangnya kelihatan. Ada yang belum bisa melihatnya. Ada juga yang sudah tahu sejak awal mula asap itu muncul.
Siapa gerangan? Ada kisah tersembunyi, yang betul-betul ditutup. Lagi lagi asap tetap saja mengepul begitu leluasa. Tak ada yang bisa menahannya saat itu. Sepagi itu, mata-mata tertutup paksa.
Ada buaian indah, jiwa-jiwa sengaja disandera begitu saja. Hingga [keberkahan] berlalu tanpa ada hasrat untuk berteriak "Jangan sita jiwa ini! Kami ini ingin keberkahan yang turun di setiap pagi!"
Semangat usang, jiwa disandera. Esok esok mengaku 'tersandera.' tatapan prihatin, antusiasme pudar. Lapuk dengan sengaja. Padahal ruh ini muda, tapi kita lebih suka, pada berita buruk yang beredar.
Sensasi-lah motto bagi sebagian besar gejolak nafas ini. Marah yang lebih besar dari maafnya. Sesuatu yang jauh lebih untuk ditempatkan 'marah' di sana, malah diberikan sikap seakan 'setuju.'
Tersebar lah yang tak baik. Menghancurkan memang lebih mudah dari memperbaiki. Peka tak mau datang untuk kesekian kalinya. Angan untuk mendatangkannya kembali pun---, kering---menguap.
Ban yang berputar pun disalah-salahkan. Selalu seringnya jatuhnya tupai lebih disorot begitu center sekali, padahal sudah berapa lompatan yang sukses dilakukan. Terkadang---memelihara [keburukan] lebih nikmat dari sebaliknya.
Cls [RTD], 29123, halub 17.18.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H