Lihat ke Halaman Asli

halub©

Puisi, Cermin, Cerpen, dan Refleksi.

Ketakutan yang Dahulu Disuarakan

Diperbarui: 26 Agustus 2023   16:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source:istock

previously voiced fears

.

      Serba sendiri, sejak dini. Menyusuri ketakutan buatan, penasaran lebih mencungkil takut. Kehidupan berasrama jadi pilihan. Semua mungkin pernah kesal, lapar, kurang harta, jiwa yang merana---kesedihan yang mendalam.

   Tak mengerti, awalnya. Perlahan, simpul mulai memuai sendiri. Kata-kata, "O." Sering jadi lolongan lirih. 

   Ketakutan buatan yang disuarakan oleh orang-orang yang setengah dewasa, setengah tidak. Tanggung kepalang. Ternyata takut terdamprat, penasaran menggila. 

   Ketakutan buatan itu---ternyata, hanya seperti gurauan pengisi waktu kosong, ketimbang diam diam tak bicara apa pun. Pengucap kata yang lebih menyedihkan dari pendengarnya. 

   Dengan jumlah penduduk yang melebihi kapasitas penghuni rumah, rasanya, mana mungkin takut hadir, lalu mencekik setiap harapan, kebanggaan, juga semangat yang telah mengapi di relung tenggorokan para pelajar.

   Kesal, lapar, kurang harta, dan jiwa merana datang seperti hembusan angin dengan debu-debu saharanya. Udara hangat yang melelahkan.

   Ketenangan yang menipu, dari ujung barat dan timur datanglah petaka berbentuk jenaka, diterima oleh banyak lapisan.  

   Semua punya waktu, semua punya batas. Ketika batas habis, lolongan lirih penuh perih luruh, "o---." Keinginan agar waktu mengulang, ekspresi frustasi yang---nampak begitu jelas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline