Lihat ke Halaman Asli

halub©

Puisi, Cermin, Cerpen, dan Refleksi.

Indahnya Keangkuhan

Diperbarui: 7 Juli 2023   06:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: unsplas

Terkesan hebat, dengan bangganya ngomong ke sana kemari tentang biayanya pengobatan sakit yang sedang diderita, ngakunya sehari 500rb, mulut pun sambil monyong-monyong saking tak mampu lagi membendung hati yang terlampau bangga dengan harta yang dipunya.

Bagi pengakunya mungkin terasa indah, hebat, elegan. Padahal yang pendengar hanya ingin segera berlalu dari ocehan sampah seperti itu.

*Ketika harta bertambah*, angkuh pun dirasa indah bagi orang yang menganggap bahwa sikap angkuh cocok untuk mengungkapkan kerumitan rasa di hati yang terlalu sulit jika dituangkan ke dalam tulisan. Maka berlagak suka-suka, ngomong tak karuan menjadi pilihan yang tepat bagi beberapa orang.

Mau mati saja bertingkah, bodoh.

Ini *kedudukan* pun sebab memaksa diri untuk berada di posisi yang diingini saja, postingnya sebulan penuh dalam setengah tahun, aneh---kewarasan memang sudah sangat langkah (mungkin hari ini dan juga kemarin).

Baru dititipkan jabatan, kepintaran, sedikit kekayaan. Ngomongnya sudah kayak tuhan saja. "Harta ini enggak akan habis sampai tujuh turunan."

"Coba dari dulu kamu belajar seperti saya, tentu hari ini kamu tidak jadi petani, tukang sampah, tukang ojek. Nih lihat saya sudah s3/Doktor, kamu harusnya memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, payah kamu ini, masa kayak gitu saja harus ribet-ribet didikte. Punya kuping sama mata enggak ha?" Indahnya keangkuhan sampah yang bakal berakhir ke lumpur penyesalan.

 "*Pengetahuan* ini sebenarnya gratis, siapa pun yang mau mempelajarinya bisa belajar kapan dia suka." itu kata Bahar di buku 'Janji' kalau yang bilangnya orang pintar, yang kalau sekali tampil bicara bisa buat makan orang miskin hingga sebulan penuh, maka tak akan pernah terjadi kesenjangan basi---yang sudah terjadi di mana-mana. Tapi karena yang ngomong orang rendahan, kerjaannya serabutan, hidupnya terkesan asal, mana ada diperhatikan omongannya, bedebah.
   *Keloyalitasan* karena mampu berangkat ke tempat ritual suci dengan rutin, tanpa terlambat sedikit pun. Bahkan sudah datang jauh sebelum yang lain datang. Maka timbullah angkuh, lalu merasa indah betul rasa keangkuhan itu, bedabah. Padahal kemampuan untuk berangkat dan melakukan rentetan ketaatan itu dari siapa?
   Banyak manusia yang omongannya tunduk, merendah hati, santun. Nyatanya buas nan angkuh angkuh juga. Tidak salah jika ada hadits yang mengatakan, "Orang miskin yang sombong tidak akan dilihat olehNya pada hari kiamat.
   
   Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dia berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya dari Ibnu 'Ajlan dia berkata, Aku mendengar Bapakku bercerita dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah bersabda, "Tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat: seorang yang sudah tua berzina, orang miskin namun sombong, dan pemimpin yang pendusta." (HR An Nasai).
   Jika saja keangkuhan keangkuhan itu cocok dan indah untuk manusia, maka buat apa jadi manusia?
   .
   Cls, RTD, Kamis 6Juli2023, 23:55, halub

   .

   Bersambung ke "Cara Cepat Memperoleh Kebanggaan Hakiki"




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline