Simpanan apa pun, terlalu dibanggakan. Hingga, akhirnya, bisa-bisanya mengatakan, "Termakan."
"Apanya yang termakan?"
Aliran mana yang masih asli?
Gelak tawa menggelegar,
Satu dua menyepi, hidup ini pasti begitu bukan?
Sepasang suami istri yang kembali ke titik awal.
Anak-anak telah punya anak,
Punya kehidupannya sendiri. Titik awal ini, (sambil tersenyum) cukup ngilu?
Tak segagah semula,
Tak sesegar dahulu,
Iya,
Kita tak lagi muda.
Lantas,
Semir hitam itu!
Memang boleh?
Bukan main beraninya.
Bukan pada tempatnya.
Sungai kehidupan terus mengalir tak mau berhenti. Angin-angin sudah punya jalur terbangnya sendiri. Akar-akar telah tahu ke mana harus merambat.
Perlahan-lahan, takut akan peperangan benar-benar terjadi begitu saja, ketika usia tak lagi muda. Pembicaraan seputar kedamaian selalu jadi perbincangan idaman.
Tak ada yang tak indah dari perilaku utusanNya, penghulu dari seluruh utusan-utusanNya yang lain. Cuai pun tak berani mengganggu.
Pola pikir bertengger, menjadi pondasi ketika berhadapan dengan masalah atau bukan masalah. Keadaan mapan yang menyeret ke keabaian dahsyat. Rasa aman yang melalaikan.
Hingga membentuk aliran cuai dengan sendirinya, lambat laun, semuanya berputar, semuanya berubah. Aliran cuai semakin menemukan rekan-rekan setianya. Semakin dimanja semakin menambun. Tak terbendung.
Hingga jadi raksasa aliran sungai cuai. Yang ketika malam tidur, paginya terus bermain. Sempurna sudah, sungai cuai idaman yang dicipta dengan sepenuh kerelaan.
.
Cls, RTD, Jum'at30Juni2023, halub
.
Bersambung ke "IKATAN YANG RAPUH"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H