===
Datang dari tempat lain, sekitar 1.312 km-an. Bukan untuk melakukan perbaikan, malah kerusakan. Setiap ada kritikan untuk kemajuan selalu dinilai menjatuhkan. Selalu meninggi tanpa sadar di mana tempat harus meninggi dan merendah.
Kawasan orang lain diklaim seolah sudah menjadi kawasannya. Hanya karena penghuni setempat sering dipimpin dalam ritual ritual penting. Bukannya sadar tapi tetap terus saja bertingkah seolah penghuni setempat membutuhkannya. Padahal mereka hanya iba saja.
Ada pun tentang segala tingkah sombong dan tak mau diaturnya sudah menjadi catatan tersendiri bagi penghuni setempat. Daya khayal lebih menguasai ketimbang mawas diri, sadar dan segala kehati-hatian lain.
Syaraf malu yang terlanjur mati dan tak sengaja tak dipedulikan lagi. Bahkan semakin meninggikan 'rasa merasa benar sendirinya' dengan mendoktrin dan mengajak orang-orang yang berasal dari tempat asalnya untuk bertingkah serupa dengan tingkahnya.
Tak terlalu berlebihan jika diumpamakan seperti 'anak yang durhaka", merasa sudah besar, padahal baru bisa berjalan sendiri, baru bisa membeli suatu hal ke warung dengan lidah yang tertatih-tatih, baru bisa berbicara di depan orang (dengan sangat memaksakan diri). Padahal semua itu bagi penghuni setempat yang kedatangan seseorang yang seperti itu hanya terpaksa tersenyum muak.
"Betapa sombong nan angkuhnya pendatang itu. Baru buat kartu identitas diri dan keluarga saja sudah besar kepala, tak mau disetir-setir dengan aturan tempat kita. KEPARAT! Bila tiba masanya, dia dan keluarganya, juga orang-orang yang buta akan kebenaran akan tahu sendiri akibatnya!" Perhatian salah seorang penghuni asli yang kedatangan benalu sombong.
.
Cls, Kamis 11 Mei 2023, 23:21, Aslam Eternal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H