Kunjungan ke tempat perbelanjaan yang sama, seperti dulu. Bercampur antara sesal, cemas, dan gembira. Dengan porsi yang hampir rata. Beberapa kali pun ditekan agar gembira lebih unggul, rasanya tetap ada kesedihan yang menggantung.
Keikutcampuran dower lagi bau ketiak itu sangat babi. Merusak segala upaya yang sebelumnya hampir tuntas. Keparat di atas keparat. Mau dimengerti tapi tak mau mengerti. Terus saja begitu hingga mati.
Kegoisan menjalar seiringan arus darah, biarpun sudah dikatakan tak bisa, masih saja tetap dicoba-coba coba, sampai mati kau coba tetap tak bisa, bodoh! Jangan kau pikir hanya perkataan kau yang harus mendapat tempat untuk dipahami, sedang perkataan orang lain kau anggap anjing, kau ini sudah anjing semenjak dahulu sekali, selagi masih berbentuk ruh, hanya saja kau belum mau mengakui keanjingan kau itu.
Sabarlah, sebentar lagi kau pun akan sadar kalau diri kau itu lebih anjing dari pada anjing itu sendiri. Tetap teruslah begitu, selagi nyawa masih dikandung badan. Sebab kalau sudah mati kau tak bisa lagi menggonggong, sekarang menggonggong lah selagi bisa dan ada kesempatan untuk selalu berisik.
Kedoweran, kebaubadanan, kekerutan dahi, ketinggian suara kalian itu tak berarti apa apa kecuali tai saja. Apa lagi kalau hanya merasa paling bersyari'at, itu keparat namanya.
Kalau tetap tak mau mengakui kesalahan itu tak mengapa, sekeras apa pun usaha kalian mengajak orang seluruh bumi untuk mengakui kesalahan kalian agar dipandang benar adalah kebangsatan yang tak akan bertepi kecuali nanti, nanti pasti kalian akan temukan titik penyesalan itu dan merasa jijik sendiri akan segala tindakan bangsat bangsat itu, tak usah percaya, sebab kalian terlalu keras kepala melebihi hewan terbangsat di dunia ini.
.
Cls, Aslam Eternal, Selasa 9 Mei 2023, 21:03.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H