Kehilangan menghampiri siapapun, ia datang begitu saja, ia lebih dalam bentuk non fisik, menjelma dan menguasai hati, padahal hati singgasana penguasa raga. Jika ia sudah dikuasai, berat untuk raga beraktifitas keseharian dengan prima.
Kehilangan sebab kepemilikan, atau sebab rasa memiliki, lantas, gersang lah hati. Terjerembab pada kondisi yang disesaki kesempitan. Lebih-lebih hal itu seringnya terjadi, ketika harta benda tercinta sedang hilang, atau hilang untuk selamanya.
Karena terlalu besar, peletakan 'rasa cinta' dan 'rasa memiliki' kepada benda tersebut. Melebur lah rasa itu, kehilangan lah sudah. Jatuh, dan, kehilangan, karena, patah. Memang bukan hanya benda rasa itu datang mencekam.
Ada kondisi lain yang bertindak, sebagai pemanggilnya. Seperih sedih ketika sanak saudara pergi dari kehidupan ini, ketika teman yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Ketika pertemanan yang benar-benar dibangun atas dasar cinta kepadaNya.
Lantas, datanglah hilang dan kehilangan. Membuat diam, desau risau yang tak kunjung mudah dihalau.
Ada kalung yang jatuh, membuat terhenti, hampa kehidupan seseorang. Pencarian dikerahkan. Jika belum ditemukan. Resah takkan beranjak pergi. Keseharian pun akan terasa kosong, padahal itu hanya karena satu buah benda. Begitulah lemahnya manusia.
Lagi-lagi jatuh dan hilang karena patah. Terlebih ketika waktu bermunajat kepadaNya, hafalan, kesempatan, dan lain sebagainya.
Dekat Bambu Apus, Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten, Ahad 12 Feb 2023, 7:18, halub
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H