Lihat ke Halaman Asli

halub©

Puisi, Cermin, Cerpen, dan Refleksi.

Liar Biasa

Diperbarui: 1 Februari 2023   14:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

   Renungan palsu, harus itu. Pencitraan sepenuh hati. Berulah lagi, lagi dan lagi, sampai kapan? Oh tentu sampai mati dong. Rebut yang tak boleh direbut, dosa besar bukan suatu hal yang ditakutkan, kan liar biasa. Boleh dong?
   Selagi masih hidup, kenapa tidak. Nanti---kan kalau sudah dikubur, enggak bisa lagi berliar-liar gila. Maka, berliar-liar lah mumpung masih bernapas. Kalau pencabut nyawa datang, oh jelas dong mana bisa bertingkah seperti perenungan palsu lagi, maksudnya berjalang liar lagi. Sekuat apapun mustahuil.
   Menimbang, berpikir, menganalisa dalam-dalam, buat apa? Kalau liar itu tak perlu dipikir-pikir, berlagak sok artis, padahal, suseh mendeskripsikannya. Warga kata pada enggak mau mendeskripsikan itu, terlalu boros waktu.
   Bermain lah game, kelak hingga umur 40-45 tahun akan tertuai hasilnya, banyak sedikit syukuri saja, kan hobi-hobi masing, kebermanfaatan yang semakin hari semakin terlihat gurih, gurih gurih bacin.
   Bermain di depan, jangan di belakang, mata dan mulut kan ada di depan. Kalau di belakang, liar pula, eh tapi bukan sudah biasa. Nah iya, lupa. Sudah biasa meliarkan diri, kelak akan ada kecamatan, desa, sekolah, buku bergenre liar biasa.
   Ah enggak perlu sok repot. Enggak usah dibikin juga sudah berliar-liar biasa, dari dulu kali bukan baru, yang sekarang kan mengiblat ke yang terdahulu. Katanya demi melestarikan ajaran bebas selangkangan kehewanan.
   *
   Cileungsi, Rabu 1 Feb 2023, 14:21, halub




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline