Deru masih terdengar jelas dari kegelapan kamar, kendaraan yang terdengar seperti tak berhenti semalaman, tujuan membuatnya bergerak, meski dalam kepayahan, ketika kebanyakan manusia sedang tertidur pulas, atau---ketika sebagian yang lain baru terbangun dari mimpi malamnya yang beragam.
Desingan kosong menetap di telinga, membisikan banyak hal, namun tak dimengerti, tapi terasa seperti terapi. Banyak hal yang sulit dimengerti di dunia ini, namun, pergerakan harus terus bergerak,
Delima, ketika titik terendah datang, pilihan untuk terpengaruh juga terprovokasi sering menghancurkan keidealisan seseorang, kecuali yang benar-benar kuat tekadnya. Karena asam manis adalah titik rawan untuk tetap memperjuangkan keidealisan.
Diterima, alasan bodoh nan rapuh. Yang penting diterima, halah bego! Terlalu merendah dan---akhirnya diinjak-injak. Angkat kepala! Katakan apa-apa yang memang tidak semestinya, ungkapkan!
Dihina, dengan cibiran ringan yang menelentangkan, diam tak berkutik, mengira semua terjadi begitu saja tanpa ada proses khusus yang menjadikan seseorang berkata sesuka hati, "tapi dia kan miskin!"
Debur, ombak, amarah, percuma. Busuk itu sudah paten abadi tanpa tepi dan tapi. Mustahil mendengar, apa lagi memahami petunjuk yang, sebenar-benarnya petunjuk.
Dipaksacocokkan, demi perbaikan keturunan. Keji yang sangat jauh, bahkan tak mengenal tepi. Omong kosong bangsa*! Semua pembohong! Pencitraan agar terkesan baik, juga berbaur bersama, merakyat lagi sederhana. Ta*!
Jum'at 28 Okt 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H